Umar bin Khattab masuk Islam
Hanya tiga hari setelah Hamzah masuk Islam, Umar juga masuk Islam.
Umar , laki-laki bertubuh tinggi dan kuat, pernah menjadi musuh
bebuyutan bagi orang-orang Islam. Dia terkenal dengan kemarahannya yang
mengerikan dan cintanya kepada puisi serta kuat minum. Kisah tentang
bagaimana Umar masuk Islam merupakan kisah paling menarik dalam sejarah
Islam.
Umar mendengar bahwa Rasulullah Saw. membaca ayat-ayat Al-Qur’an di
Ka’bah, dan beberapa ayat yang dia dengar menggerakkannya. Akan tetapi,
hatinya tetap menentang Islam dan Rasulullah Saw. Kemarahannya memuncak
hingga suatu hari dia mengambil pedang dan memutuskan untuk membunuh
Rasulullah Saw. Untungnya, Umar tidak berhasil melaksanakan niat
tersebut.
Sambil menggenggam pedang di tangannya dan keputusannya sudah
bulat, Umar bertemu dengan Nu’aim bin Abdullah yang kemudian bertanya
kepadanya, “Engkau akan pergi kemana ?”
“Aku akan membunuh Muhammad,” jawabnya.
“Bagaimana engkau akan menyelamatkan diri dari Bani Hasyim dan Bani Zuhra?”
Merasa marah dengan pertanyaan tersebut, yang kelihatannya seperti
ancaman bagi dirinya, Umar menjawab, “Seolah-olah engkau telah
meninggalkan kepercayaan kita.”
“Umar!” jawab Nu’aim. “Yang mengejutkan adalah bahwa adik perempuanmu beserta suaminya juga keyakinanmu.”
Umar sangat marah, dan perhatiannya beralih dari Rasulullah Saw.
kepada keluarganya sendiri. Dengan geram, dia berangkat menuju rumah
adiknya. Saat itu, Khabbab bin Aratt berada disana dan sedang
mengajarkan surat Thaa Haa kepada adik Umar dan suaminya. Ketika mereka
mendengar suara yang berada diluar pintu, Khabbab bersembunyi dan
fatimah, adik Umar, dengan cepat menyembunyikan lembaran-lembaran kertas
yang berisi ayat-ayat Al-Qur’an tersebut.
“Ocehan apa yang aku dengar ?”
Mereka mengetahui bahwa Umar sangat marah dan membawa sebilah pedang.
“Tidak ada, kami hanya bercakap-cakap.”
Barangkali kalian berdua meninggalkan keyakinan kalian,” tegas Umar.
Adik ipar Umar berkata, “Baiklah, katakan kepada Umar. Bagaimana
jika kebenaran jauh dari agamamu?” Jawaban Umar terhaap pertanyaan ini
sangat cepat dan keras. Dia menyerang adik iparnya dan memukulinya
dengan kejam. Ketika adiknya mencoba melerai keduanya untuk melindungi
suaminya, Umar memukul wajahnya dengan keras. Darah mengalir ke pipinya,
tetapi saat itu Fatimah tidak bisa dicegah untuk mengatakann kebenaran.
Mengulangi pertanyaan suaminya, Fatimah menantang kebijaksanaan dari
keyakinan Umar. “Umar! Bagaimana jika kebenaran tersebut jauh dari
agamamu ?”
Kemudian dihadapan kakaknya, dia mengatakan keyakinannya sendiri,
dengan menggunakan kata-kata yang sama dengan yang diucapkan setiap
orang Islam sebagai kesaksian yang sungguh-sungguh mengenai ke-Esa-an
Allah dan Kenabian Muhammad Saw. Dia berkata, “Aku bersaksi bahwa tidak
adaTuhan yang patut disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah Rasulullah.”
Ketika mendengar pernyataan tegas tentang keyakinan adiknya, dia
merasa malu. “Tunjukkan kepadaku apa yang kamu baca,” ujarnya.
Adiknya menjawab, “Kamu tidak suci, dan hanya orang-orang yang suci dan bersih yang bisa menyentuhnya. Basuhlah dirimu.”
Umar yang berhati-hati segera mandi dan mengambil lembaran-lembaran
surat Thaa Haa kemudian membaca Bismillah ar-Rahman al-Rahiim (Dengan
menyebut nama Allah, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang).
“Ini adalah nama-nama yang suci,” kata Umar. Dia terus membaca :
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain
aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS.
ThaaHaa [20] : 14)
Umar berseru kagum karena keindahan ayat-ayat tersebut. “Dimana aku bisa menemukan Muhammad?” tanya dia.
Ketika Khabbab Ra. mendengarnya, dia keluar dari persembunyiannya,
kemudian berkata, “Wahai Umar! Bergembiralah. Aku berdoa mudah-mudahan
Allah memberkatimu. Malam kamis yang lalu, aku mendengar Nabi Muhammad
Saw. berdoa kepada Allah : “Ya Allah, perkuatlah Islam dengan Umar bin
Khattab atau Abu Jahal bi Hisyam!”.
Setelah Umar mengetahui bahwa Rasulullah Saw. berada di Dar
al-Arqam, dia bergegas menuju ke sana dengan harapan bisa bertemu
beliau. Dia mengetuk pintu, dan salah seorang sahabat Nabi yang
mengintip di celah pintu menyaksikan Umar dengan pedang ditangannya dan
terlihat sangat gelisah. Sahabat tersebut bergegas menuju ke belakang
rumah dan mengabarkan berita yang menakutkan.
“Ada apa ?” tanya Hamzah Ra.
“Umar berada di depan pintu,” lapor sahabat tersebut.
“Hanya itu ?” seru Hamzah. “Jika dia datang dengan damai, bagus.
Jika tidak kita harus membunuhnya dengan pedangnya sendiri.”
Sementara itu, Nabi Muhammad Saw. sedang menerima wahyu dari Allah,
dan setelah selesai, beliau menuju ke ruang tamu. Umar duduk di sana.
Rasulullah Saw. memegang pakaian dan sarung pedangnya kemudian berkata
kepada Umar, “Umar! Apakah engkau tidak akan menyimpang dari jalanmu,
kecuali Allah Yang Maha Kuasa memberikan hukuman seperti yang Dia
timpakan kepada Walid bin Mughira ? Ya Allah! Inilah Umar bin Khattab.
Ya Allah! Limpahkan kekuatan dan kemuliaan bagi Islam melalui Umar bin
Khattab.”
Setelah Rasulullah Saw. mengakhiri doanya, Umar berkata, “Aku
bersaksi bahwa tiada Tuhan yang pantas disembah selain Allah dan aku
bersaksi bahwa engkau adalah rasulullah.”
Orang-orang yang hadir dalam ruangan tersebut berseru, “Allahu
Akbar!” (Tuhan Yang Maha Besar!) dengan keras hingga seruan tersebut
menggema di seluruh Ka’bah.
Hamzah bin Abdul Muthalib
Hamzah bin Abdul Muthalib memeluk Islam
Suatu kali, Abu Jahal berpapasan dengan Rasulullah Saw. di dekat
bukit Shafa. Dia mulai menghina Rasulullah Saw. dan, menurut beberapa
sumber, memukul beliau dengan sebongkah batu hingga berdarah. Rasulullah
Saw., yang benar-benar sabar tidak menanggapi gangguan Abu Jahal.
Seorang budak wanita milik Abdullah bin Jad’an menyaksikan kejadian ini.
Mereka puas dengan apa yang dilakukannya, Abu Jahal pergi ke Ka’bah,
kemudian duduk bersama beberapa orang Quraisy.
Tidak lama kemudian, Hamzah kembali dari berburu dengan membawa
busur panahnya. Ketika budak wanita itu menceritakan kepadanya apa yang
telah dialami keponakannya, Hamzah menyerang Abu Jahal, “Engkau kantong
angin, apakah engkau berani menganiaya keponakanku jika aku mengikuti
agamanya ?” Hamzah memukul kepala Abu Jahal dengan busur panahnya hingga
luka. Orang-orang dari Bani Makhzum (suku Abu Jahal) dan Bani Hasyim
(suku Hamzah) berdiri berhadap-hadapan sampai Abu Jahal menyuruh
teman-temannya untuk tetap ditempatnya, sembari berkata, ” Biarkan Abu
Ammara (Hamzah) pergi. Aku telah berlaku kejam kepada keponakannya.”
Hamzah yang tiba-tiba masuk Islam jelas disebabkan oleh
pendiriannya terhadap kehormatan keluarga. Rasulullah Saw. sudah mencoba
untuk menyendiri selama enam tahun, tahun-tahun yang sulit untuk
menyebarkan pesan Allah, dan Hamzah tidak pernah sama sekali memikirkan
hal ini. Akan tetapi, tidak lama kemudian, sesuatu mulai tumbuh dalam
hati Hamzah. Dia menyadari bahwa iman telah berakar, dan dia mulai
melihat cintanya kepada Islam disebabkan oleh hubungan keluarga antara
dia dengan Nabi Muhammad Saw. Imannya kepada Allah berkembang menjadi
sangat kuat hingga kemudian dia mendapat julukan “As’adullah” (Singa
Allah).