Masyarakat
Amerika berbondong-bondong masuk Islam justru setelah peristiwa
pemboman World Trade Center pada 11 September 2001 yang dikenal dengan
9/11 yang sangat memburukkan citra Islam itu. Pasca 9/11 adalah era
pertumbuhan Islam paling cepat yang tidak pernah ada presedennya dalam
sejarah Amerika. 8 juta orang Muslim yang kini ada di Amerika dan 20.000
orang Amerika masuk Islam setiap tahun setelah pemboman itu. Pernyataan
syahadat masuk Islam terus terjadi di kota-kota Amerika seperti New
York, Los Angeles, California, Chicago, Dallas, Texas dan yang lainnya.
Atas fakta inilah, ditambah gelombang masuk Islam di luar Amerika,
seperti di Eropa dan beberapa negara lain, beberapa tokoh Amerika
menyatakan kesimpulannya. The Population Reference Bureau USA Today
sendiri menyimpulkan: “Moslems are the world fastest growing group.”
Hillary Rodham Cinton, istri mantan Presiden Clinton seperti dikutip
oleh Los Angeles Times mengatakan, “Islam is the fastest growing
religion in America.” Kemudian, Geraldine Baum mengungkapkan: “Islam is
the fastest growing religion in the country” (Newsday Religion Writer,
Newsday). “Islam is the fastest growing religion in the United States,”
kata Ari L. Goldman seperti dikutip New York Times. Atas daya magnit
Islam inilah, pada 19 April 2007, digelar sebuah konferensi di
Middlebury College, Middlebury Vt. untuk mengantisipasi masa depan Islam
di Amerika dengan tajuk “Is Islam a Trully American religion?” (Apakah
Islam adalah Agama Amerika yang sebenarnya?) menampilkan Prof. Jane
Smith yang banyak menulis buku-buku tentang Islam di Amerika. Konferensi
itu sendiri merupakan seri kuliah tentang Immigrant and Religion in
America. Dari konferensi itu, jelas tergambar bagaimana keterbukaan
masyarakat Amerika menerima sebuah gelombang baru yang tak terelakkan
yaitu Islam yang akan menjadi identitas dominan di negara super power
itu.
Peristiwa 9/11 menyimpan misteri yang tidak terduga. Pemboman itu
dikutuk dunia, terlebih Amerika, sebagai biadab dan barbar buah tangan
para “teroris Islam.” Setelah peristiwa itu, kaum Muslimin di Amerika
terutama imigran asal Timur Tengah merasakan getahnya mengalami kondisi
psiokologis yang sangat berat: dicurigai, diteror, diserang, dilecehkan
dan diasosiasikan dengan teroris. Hal yang sama dialami oleh kaum Muslim
di Inggris, Perancis, Jerman dan negara-negara Eropa lainnya.
Pemerintah George Walker Bush segera mengetatkan aturan imigrasi dan
mengawasi kaum imigran Muslim secara berlebihan. Siaran televisi Fox
News Channel, dalam acara mingguan “In Focus” menggelar diskusi dengan
mengundang enam orang nara sumber, bertemakan ”Stop All Muslim
Immigration to Protect America and Economy.” Acara ini menggambarkan
kekhawatiran Amerika tidak hanya dalam masalah terorisme tetapi juga
ekonomi dimana pengaruh para pengusaha Arab dan Timur Tengah mulai
dominan dan mengendalikan ekonomi Amerika.
Tapi, rupanya Islam berkembang dengan caranya sendiri. Islam
mematahkan “logika akal sehat” manusia modern. Bagaimana mungkin
sekelompok orang nekat berbuat biadab membunuh banyak orang tidak
berdosa dengan mengatasnamakan agama, tetapi tidak lama setelah
peristiwa itu, justru ribuan orang berbondong-bondong menyatakan diri
masuk agama tersebut dan menemukan kedamaian didalamnya? 9/11 telah
berfungsi menjadi ikon yang memproduksi arus sejarah yang tidak logis
dan mengherankan. Selain 20.000 orang Amerika masuk Islam setiap tahun
setelah peristiwa itu, ribuan yang lain dari negara-negara non Amerika
(Eropa, Cina, Korea, Jepang dst) juga mengambil keputusan yang sama
masuk Islam. Bagaimana arus ini bisa dijelaskan? Sejauh saya ketahui,
jawabannya “tidak ada” dalam teori-teori gerakan sosial karena fenomena
ini sebuah anomali. Maka, gejala ini hanya bisa dijelaskan oleh “teori
tangan Tuhan.”
Tangan Tuhan dalam bentuk blessing in disguise adalah nyata dibalik
peristiwa 9/11 dan ini diakui oleh masyarakat Islam Amerika. Karena
peristiwa 9/11 yang sangat mengerikan itu dituduhkan kepada Islam,
berbagai lapisan masyarakat Amerika justru kemudian terundang
kuriositasnya untuk mengetahui Islam lebih jauh. Sebagian karena murni
semata-mata ingin mengetahui saja, sebagian lagi mempelajari dengan
sebuah pertanyaan dibenaknya: “bagaimana mungkin dalam zaman modern dan
beradab ini agama “mengajarkan” teror, kekerasan dan suicide bombing
dengan ratusan korban tidak berdosa?” Tapi keduanya berbasis pada hal
yang sama: ignorance of Islam (ketidaktahuan sama sekali tentang Islam).
Sebelumnya, sumber pengetahuan masyarakat Barat (Amerika dan Eropa)
tentang Islam hanya satu yaitu media yang menggambarkan Islam tidak lain
kecuali stereotip-stereotip buruk seperti teroris, uncivilized, kejam
terhadap perempuan dan sejenisnya.
Seperti disaksikan Eric, seorang
Muslim pemain cricket warga Texas, setelah peristiwa 9/11, masyarakat
Amerika menjadi ingin tahu Islam, mereka kemudian ramai-ramai membeli
dan membaca Al-Qur’an setiap hari, membaca biografi Muhammad dan
buku-buku Islam untuk mengetahui isinya. Hasilnya, dari membaca
sumbernya langsung, mereka menjadi tahu ajaran Islam yang sesungguhnya.
Ketimbang bertambahnya kebencian, yang terjadi malah sebaliknya.
Menemukan keagungan serta keindahan ajaran agama yang satu ini.
Keagungan ajaran Islam ini bertemu pada saatnya yang tepat dengan
kegersangan, kegelisahan dan kekeringan spritual masyarakat Amerika yang
sekuler selama ini. Karena itu, Islam justru menjadi jawaban bagi
proses pencarian spiritual mereka selama ini. Islam menjadi melting
point atas kebekuan spiritual yang selama ini dialami masyarakat
Amerika. Inilah pemicu terjadinya Islamisasi Amerika yang mengherankan
para pengamat sosial dan politik. Inilah tangan Tuhan dibalik peristiwa
/9/11.
Dari banyak wawancara yang dilakukan televisi Amerika, Eropa maupun
Timur Tengah terhadap mereka yang masuk Islam atau video-video blog yang
banyak menjelaskan motivasi para new converters ini masuk Islam,
menggambarkan konfigurasi latar belakang yang beragam.
Pertama, karena kehidupan mereka yang sebelumnya
sekuler, tidak terarah, tidak punya tujuan, hidup hanya money, music and
fun. Pola hidup itu menciptakan kegersangan dan kegelisahan jiwa.
Mereka merasakan kekacauan hidup, tidak seperti pada orang-orang Muslim
yang mereka kenal. Dalam hingar bingar dunia modern dan fasilitas materi
yang melimpah banyak dari mereka yang merasakan kehampaan dan
ketidakbahagiaan. Ketika menemukan Islam dari membaca Al-Qur’an, dari
buku atau kehidupan teman Muslimnya yang sehari-harinya taat beragama,
dengan mudah saja mereka masuk Islam.
Kedua, merasakan ketenangan, kedamaian dan
kebahagiaan yang tidak pernah dirasakannya dalam agama sebelumnya yaitu
Kristen. Dalam Islam mereka merasakan hubungan dengan Tuhan itu langsung
dan dekat. Beberapa orang Kristen taat bahkan mereka sebagai church
priest mengaku seperti itu ketika diwawancarai televisi. Allison dari
North Caroline dan Barbara Cartabuka, seorang diantara jutaan orang
Amerika yang masuk Islam pasca 9/11, seperti diberitakan oleh Veronica
De La Cruz dalam CNN Headline News, Allison mengaku “Islam is much more
about peace.” Sedangkan Barbara tidak pernah merasakan kedamaian selama
menganut Katolik Roma seperti kini dirasakannya setelah menjadi Muslim.
Demikian juga yang dirasakan oleh Mr. Idris Taufik, mantan pendeta
Katolik di London, ketika diwawancara televisi Al-Jazira. Mantan pendeta
ini melihat dan merasakan ketenangan batin dalam Islam yang tidak
pernah dirasakan sebelumnya ketika ia menjadi mendeta di London. Ia
masuk Islam setelah melancong ke Mesir. Ia kaget melihat orang-orang
Islam tidak seperti yang diberitakan di televisi-televisi Barat. Ia
mengaku, sebelumnya hanya mengetahui Islam dari media. Ia sering
meneteskan air mata ketika menyaksikan kaum Muslim shalat dan kini ia
merasakan kebahagiaan setelah menjadi Muslim di London.
Ketiga, menemukan kebenaran yang dicarinya. Beberapa
konverter mengakui konsep-konsep ajaran Islam lebih rasional atau lebih
masuk akal seperti tentang keesaan Tuhan, kemurnian kitab suci,
kebangkitan (resurrection) dan penghapusan dosa (salvation) ketimbang
dalam Kristen. Banyak dari masyarakat Amerika memandang Kristen sebagai
agama yang konservatif dalam doktrin-doktrinnya. Eric seorang pemain
Cricket di Texas, kota kelahiran George Bush, berkesimpulan seperti itu
dan memilih Islam. Sebagai pemain cricket Muslim, ia sering shalat di
pinggir lapang. Di Kristen, katanya, sembahyang harus selalu ke Gereja.
Seorang konverter lain memberikan kesaksiannya yang bangga menjadi
Muslim. Ia menjelaskan telah berpuluh tahun menganut Katolik Roma dan
Kristen Evangelik. Dia mengaku menemukan kelemahan-kelemahan doktrin
Kristen setelah menyaksikan debat terbuka tentang “Is Jesus God?”
(Apakah Yesus itu Tuhan?) antara Ahmad Deedat, seorang tokoh Islam dari
Afrika Selatan dan seorang teolog Kristen. Argumen-argumen Dedaat dalam
diskusi menurutnya jauh lebih jelas, kuat dan memuaskan ketimbang teolog
Kristen itu. Menariknya, misi awalnya ia menonton debat agama itu
justru untuk mengetahui Islam karena ia bertekad akan menyebarkan gospel
ke masyarakat-masyarakat Muslim. Yang terjadi sebaliknya, ia malah
menemukan keunggulan doktrin Islam dalam berbagai aspeknya dibandingkan
Kristen. Angela Collin, seorang artis California yang terkenal karena
filmnya Leguna Beach dan kini menjadi Director of Islamic School, ketika
diwawancarai oleh televisi NBC News megapa ia masuk Islam, ia
mengungkapkan: “
I was seeking the truth and I’ve found it in Islam. Now I have this belief and I love this belief,” katanya bangga.
Keempat, banyak kaum perempuan Amerika Muslim berkesimpulan ternyata
Islam sangat melindungi dan menghargai perempuan. Dengan kata lain,
perempuan dalam Islam dimuliakan dan posisinya sangat dihormati.
Walaupun mereka tidak setuju dengan poligami, mereka melihat posisi
perempuan sangat dihormati dalam Islam daripada dalam peradaban Barat
modern. Seorang convert perempuan Amerika bernama Tania, merasa hidupnya
kacau dan tidak terarah jutsru dalam kebebasannya di Amerika. Ia bisa
melakukan apa saja yang dia mau untuk kesenangan, tapi ia rasakan malah
merugikan dan merendahkan perempuan. Setelah mempelajari Islam, awalnya
merasa minder. Setelah tahu bagaimana Islam memperlakukan perempuan, ia
malah berkata “women in Islam is so honored. This is a nice religion not
only for people like me!” katanya. Dia masuk Islam setelah
mempelajarinya beberapa bulan dari teman Muslimnya.
Perkembangan Islam di dunia Barat sesungguhnya lebih prospektif
karena mereka terbiasa berfikir terbuka. Dalam keluarga Amerika,
pemilihan agama dilakukan secara bebas dan independen. Banyak orang tua
mendukung anaknya menjadi Muslim selama itu adalah pilihan bebasnya dan
independen. Mereka mudah saja masuk Islam ketika menemukan kebenaran
disitu. Angela Collin menjadi Muslim dengan dukungan kedua orang tua.
Ketika diwawancarai televisi NBC, orang tuanya justru merasa bangga
karena Angela adalah seorang “independent person.” Nancy seorang remaja
15 tahun, masuk Islam setelah bergaul dekat temannya keluarga Pakistan
dan keluarganya tidak mempermasalahkan walaupun telah lama hidup dalam
tradisi Kristen.
Maka pada Artikel ini kami akan menyajikan beberapa contoh orang
orang yang bersyahadat pasca tragedi 9/11,dengan berbagai latar belakang
mereka
Elizabeth Torres anggota Keluarga korban 11 september
ia kehilangan delapan anggota keluarganya dalam serangan 11 September
2001 lalu. Beberapa tahun kemudian, ia menjadi seorang mualaf.
“Saya tak pernah menyalahkan agama apapun atas apa yang terjadi pada
keluarga saya,” ujar Torres. “Islam tidak menyuruh kita untuk
menghancurkan apapun. Orang-orang yang melakukan ini dimanipulasi,
dicuci otaknya,” katanya lagi.
Elizabeth mengaku telah lama menjalani pencarian spiritual. Ia
berpaling ke Islam setelah menikah dengan seorang warga Mesir. Ia
mengganti namanya menjadi Safia El-Kasaby.
El-Kasaby mengaku mendapat tentangan dari keluarganya. Putrinya,
Sylvia, yang bersuamikan seorang tentara yang gugur di medan perang
menolak berhubungan kembali dengannya.
Putrinya yang lain, harus menghadapi komentar miring dari
teman-temannya. “Mereka bilang, ‘Oh, ibumu teroris sekarang.’ Dan saya
bilang, ‘Tidak, itu berbeda sama sekali dengan agamanya,” ujar Natalia
Torres.
Tidak mudah bagi Elizabeth Torres untuk beralih agama pasca serangan
11 September. Kejadian 11 September tak pelak lagi membuat banyak
kalangan memandang umat Islam dengan penuh curiga.
Bahkan survei terbaru Gallup menyebutkan setidaknya 48 persen warga
Muslim Amerika pernah mengalami diskriminasi atau setidaknya perhatian
negatif dari warga sekitar. Karena diskriminasi seperti itulah, Torres
yang sempat mengenakan jilbab mengambil keputusan untuk menanggalkan
penutup rambutnya.
“Yang penting adalah hubungan saya dengan Tuhan. Bila hati saya
baik-baik saja dengan Dia, tidak penting apa yang orang lain katakan,”
ujarnya.
Siebert-Llera Pengacara Yahudi
Seorang pengacara Yahudi, Siebert-Llera yang memeluk Islam setelah
serangan 9/11 mengatakan ia sudah menemukan ?sebuah rumah di mana ia
dapat menempatkan semua moralnya?.
?Saya merasa seperti akhirnya menemukan sebuah rumah di mana aku
dapat menempatkan semua moralku, hal-hal ideal menurutku,? kata
Siebert-Llera, pria yang sejak dulu tidak menyukai klub malam dan
menghindari alkohol, yang dilarang Islam, bahkan saat harus bekerja
sebagai resepsionis pada sebuah klub biru ketika masih berkuliah di San
Francisco State University.
Setelah 11 September 2001, Siebert-Llera, yang cukup dapat membedakan
antara ekstrimis-ekstrimis Islam yang membajak pesawat dengan mayoritas
Muslim yang mempraktikan Islam, memutuskan untuk mengenal Islam lebih
banyak.
Ia membeli sebuah al-Quran dan membaca cepat halaman-halamannya.
Namun, ia tidak menemukan ayat-ayat yang sebagian orang katakan telah
mendukung terorisme.
Dua tahun kemudian di Chicago, ia berjumpa dengan seorang perempuan
muda Meksiko-Amerika di Loyola, tempat ia melanjutkan studi
pascasarjananya. Suatu hari, sang perempuan itu tiba-tiba memasuki kelas
dengan mengenakan hijab. Dia telah beralih kepada Islam.
?Saya sungguh melihat sebuah perubahan di dalam dirinya, seperti
kenyamanan dan suatu level umum dari kebahagiaan. Dia seperti berada
dalam kemudahan dengan kehidupannya,? kata Siebert-Llera.
Beberapa minggu kemudian, Siebert-Llera menyertai temannya ke ?the
Mosque Foundation? di Bridgeview, tempat ia mengajukan
pertanyaan-pertanyaan mengenai Islam dan begitu terkesan dengan apa yang
ia pelajari.
Ia pun menyadari bahwa Islam bukan sekedar melayani. Islam adalah
suatu primer yang mencakup semua hal mengenai jenis kehidupan yang
terkontrol, yang sejak lama dirindukan Siebert-Llera.
Ia pun menghubungi orang tuanya dan kakak perempuannya, Andrea, pada 6 Oktober 2004. Keesokan harinya, ia resmi menjadi Muslim.
Setahun menjalani hidup sebagai muallaf, ia berjumpa dengan Huda,
sesama mahasiswa hukum, perempuan Amerika keturunan Syiria dan juga
Muslimah yang taat. Mereka pun menikah pada 2005. (icc-jakarta.com)
Angela Collins, perempuan Amerika ini dibesarkan di tengah keluarga yang menganut Katolik,
agama turun temurun keluarganya. Tapi sejak usia 14 tahun, ia menolak
konsep trinitas, konsep utama dalam ajaran Katolik yang menurutnya
konsep yang rumit dan sulit dipahami. Oleh sebab itu ia beralih ke
aliran Kristen gereja Baptis.
“Sepanjang hidup saya, saya mencari pemahaman, tapi begitu berkaitan
dengan agama (Katolik) yang saya anut, saya betul-berul dibuat bingung,
mengapa Tuhan berwujud manusia dan membiarkan dirinya mati untuk menebus
dosa hanya untuk mereka yang percaya pada penyalibannya,” ujar Angela.
“Menurut saya, penjelasan itu berlebihan dan saya mendiskusikannya
dengan para pastor dan agamawan yang berusaha memberikan pemahaman
tentang keyakinan dalam ajaran Kristen itu,” sambungnya.
Tapi penjelasan itu tak membuat Angela puas. Ia mempertanyakan,
mengapa ajaran agamanya demikian rumit. Hingga Angela beranjak dewasa,
ia membuat pemahaman sendiri yang lebih sederhana bahwa hanya ada satu
Tuhan, Sang Pencipta. “Tak ada penjelasan lainnya yang lebih rasional,”
tukasnya.
Perjalanan Angela melakukan pencarian tentang Tuhannya, mengantarnya
pada Islam. Angela akhirnya mengucapkan kalimat syahadat beberapa minggu
setelah peristiwa serangan 11 September 2001, masa di mana Islam dan
Muslim sedang menjadi sorotan banyak orang dengan pandangan yang
negatif, menjadi target kecurigaan bahkan kebencian karena propaganda
dan pemberitaan media massa yang bias tentang Islam dan Muslim
pascaperistiwa itu.
Sampai saat ini, Angela tetap teguh dengan keislaman yang dipilihnya.
Ia bahkan sudah mengenakan busana muslimah lengkap dengan jilbabnya.
Tentang Islam, Angela berujar, “Islam adalah agama yang datang untuk
meluruskan kesalahan umat manusia yang mengubah kata Tuhan atas dasar
kepentingan mereka sendiri. Islam itu sederhana; Tuhan adalah Tuhan.
Tuhan menciptakan manusia dan kita menyembah Tuhan, hanya Tuhan semata.
Tuhan mengutus para nabi, seperti Nabi Musa, Yesus (Nabi Isa), dan Nabi
Muhammad untuk menyampaikan pesan-pesan-Nya pada manusia, sebagai
petunjuk bagi seluruh umat manusia.”
“Dalam Islam, Yesus cuma seorang nabi yang tidak pernah mati. Itulah
sebabnya, dia satu-satunya utusan Tuhan yang akan datang kembali ke
dunia sebelum hari Kiamat. Islam menyatakan, bahwa seseorang tidak akan
dianugerahkan surga hanya karena ia mengaku sebagai seorang muslim. Dan
kita tidak bisa langsung masuk surga hanya karena percaya bahwa Tuhan
itu satu. Kita masuk surga berdasarkan niat dan perilaku yang diajarkan
Islam pada kita,” papar Angela.
Ia melanjutkan, “Sebagai seorang muslim, saya tahu bahwa apapun yang
saya lakukan, yang pertama kali adalah dimulai dengan niat, Selanjutnya,
saya harus mentransformasikan niat itu dengan ikhtiar untuk
melaksaknakan apa yang telah diperintahkan oleh Islam. Ini membuat saya
mampu untuk menentukan jalan hidup untuk menjadi manusia yang lebih baik
bagi diri saya sendiri, bagi keluarga saya, masyarakar dan seluruh umat
manusia di bumi.”
Angela menambahkan, Quran adalah satu-satunya kitab suci yang isinya
tidak pernah berubah, hanya untuk menyesuaikan dengan perkembangan
zaman. Angela mengakui, setelah membaca semua surat dalam Al-Quran dan
membuat catatan yang detil, ia makin yakin Quran adalah sebuah mahakarya
yang berasal dari Sang Pencipta. “Saya tak ragu lagi bahwa ‘penulis’
kitab suci ini tahu banyak tentang saya daripada saya sendiri,” ujar
Angela.
“Allah Swt telah membuka hati saya, Islam memberi saya petunjuk, dan
sekarang saya hidup untuk mengikuti tuntunan yang telah diberikan Sang
Pencipta, agar saya hidup bahagia di dunia, dan atas seizin Allah, akan
hidup bahagia di akhirat kelak,” tukasnya.
Angela mengungkapkan, karena di AS masih banyak orang yang salah
memahami Islam, bahkan membenci Islam, keputusannya masuk Islam menjadi
kontroversi dan membuat keluarga serta teman-temannya menganggapnya
aneh. Tapi Angela meyakini bahwa Allah Swt telah menuntunnya pada Islam
dengan mendorongnya untuk mengeksplorasi berbagai perspektif melalui
perjalanannya ke beberapa negara, terutama ke sejumlah negara Timur
Tengah. Di negara-negara itu, Angela melihat beragam kehidupan
masyarakat Muslim yang berbeda-beda, yang kadang membuatnya
“terkaget-kaget” karena perbedaan budaya.
Meski demikian, pengalaman itu membuatnya lebih memahami Islam dan
Muslim. Islam, kata Angela, adalah agama multikultur dan sistem yang
bisa diadopsi ke beragama lingkungan apa saja, dalam zaman apapun.
“Saya dengan percaya diri bisa mengatakan, kalau Allah tidak
meniupkan Islam ke dalam jiwa saya, saya tidak akan pernah menemukan
jati diri seorang Angela,” tanda Angela.