Kalangan akademisi maupun mahasiswa
filsafat dan orang-orang yang menggemari ilmu filsafat tentu mengenal
sosok Fritjhof Schuon. Ya, dia adalah salah seorang ahli filsafat yang
sangat terkenal. Tidak hanya di kalangan ilmuwan Barat, tapi juga cendekiawan Muslim.
Semasa hidupnya, Frithjof Schuon dikenal sebagai seorang filsuf sekaligus metafisikawan serta penulis
berbagai buku bertema agama dan spiritualitas. Namanya juga selalu
dikaitkan dengan gagasannya yang tertuang dalam buku fenomenalnya
berjudul The Transcendent Unity of Religions. Sebuah buku yang dijadikan
rujukan oleh para penganut paham pluralisme agama.
Frithjof Schuon dilahirkan di Basel, Swiss, pada 18 Juni 1907. Ayahnya berdarah Jerman
dan ibunya berasal dari Asaltia. Ayahnya adalah seorang pemain biola,
sedangkan ibunya adalah ibu rumah tangga. Masa kecilnya ia habiskan di
Basel dan bersekolah di sana hingga kematian ayahnya. Sepeninggal
ayahnya, Schuon kecil bersama sang ibu memutuskan untuk hijrah ke
Mulhouse, Prancis.
Ketika bermukim di Prancis inilah
Schuon mulai menunjukkan ketertarikannya terhadap ilmu filsafat. Salah
satu tokoh filsuf yang amat dikaguminya adalah Rene Guenon, seorang
filsuf berkebangsaan Prancis. Guenon yang juga merupakan seorang mualaf
dikenal sebagai pelopor filsafat abadi.
Sejak usia 16 tahun, Schuon telah
melahap berbagai karya Guenon, selain mengkaji karya-karya Plato.
Lantaran terobsesi oleh pemikiran Guenon, Schuon memberanikan diri
berkorespondensi dengan tokoh panutannya tersebut selama hampir 20 tahun
lamanya. Kelak ia menjadi salah seorang tokoh penerus pemikiran Guenon.
Setelah menjalani wajib militer selama
1,5 tahun, Schuon memutuskan untuk hijrah ke Kota Paris. Di kota mode
ini, ia mencoba bekerja sebagai desainer tekstil. Pada sela-sela waktu
luangnya, Schuon mengikuti kelas bahasa Arab yang diselenggarakan di
sebuah masjid di Paris.
Hidup di Paris telah memberikan
kesempatan kepada Schuon untuk mengenal berbagai bentuk kesenian
tradisional dari berbagai negara, khususnya Asia. Kecintaannya terhadap
kesenian tradisional inilah yang kemudian membawanya berkelana hingga ke
Aljazair pada 1932. Di sana ia bertemu dengan seorang sufi yang bernama
Syekh Ahmad Al-Alawi.
Pada 1935, untuk kali kedua ia
melakukan perjalana ke Afrika Utara. Kali ini tidak hanya Aljazair yang
dikunjunginya, tetapi juga Maroko. Pengembaraannya ke wilayah Afrika
Utara dilanjutkan dengan mengunjungi Mesir antara tahun 1938 dan 1939.
Di sini, ia bertemu Guenon untuk pertama kalinya. Pada saat itulah,
terjadi transfer ilmu dari guru kepada muridnya secara langsung.
Dari Mesir, ia meneruskan perjalanannya hingga ke negeri India. Di negeri-negeri yang telah dikunjunginya tersebut, Schuon banyak berjumpa dengan tokoh sufi Islam, Hindu, dan Buddha.
Pada 1939, sesaat setelah
kedatangannya di India, Perang Dunia II meletus. Keadaan tersebut
memaksanya untuk kembali ke Prancis dan mengabdikan diri dalam angkatan
bersenjata Prancis. Keikutsertaannya dalam pasukan Prancis membuat
dirinya menjadi tahanan perang Jerman. Ia pun mencari suaka ke Swiss.
Oleh pemerintah Swiss ia diberikan
status kewarganegaraan Swiss dengan syarat ia harus menetap di sana
selama 40 tahun. Pada 1949, ia menikahi seorang perempuan Swiss
keturunan Jerman. Sang istri, selain memiliki ketertarikan yang sama
dalam bidang agama dan metafisika, juga dikenal sebagai seorang pelukis
yang berbakat.
Filsafat Islam
Bersama sang istri, Schuon melakukan perjalanan spiritual ke berbagai belahan dunia sampai ke Amerika
Serikat (AS). Dari beberapa kunjungannya ke Amerika, mereka meneliti
kehidupan suku India Crow. Pasangan suami istri ini pun sempat menjalani
ajaran tentang ritual ibadah dan falsafah hidup suku India Crow.
Akan tetapi, dari sekian banyak ajaran
filsafat yang dipelajarinya, ia tertarik dengan filsafat Islam. Hal ini
pula yang pada akhirnya mendorong dirinya untuk berpindah keyakinan dan
memeluk Islam.
Namun, tidak banyak data mengenai
kebenaran tersebut dan yang menyebutkan kapan persisnya ia masuk Islam.
Tetapi, disebutkan bahwa setelah menjadi seorang Muslim, ia mengganti
namanya dengan Isa Nuruddin Ahmad al-Syazhili al-Darquwi al-Alawi
al-Maryami.
Dalam pandangan Schuon, Islam lebih
baik dari Hindu karena agama ini memuat bentuk terakhir dari Sanatana
Dharma. Ajaran Islam, menurutnya, tidak hanya memuat aspek esoterisme
(mencakup aspek metafisis dan dimensi internal agama), tetapi juga aspek
eksoterisme (mencakup aspek eksternal, dogmatis, ritual, etika, dan
moral suatu agama). Sementara ajaran Hindu hanya mengedepankan salah
satu aspek tersebut.
Tahun 1980, Schuon dan istrinya
beremigrasi ke Indiana, Amerika Serikat. Ia bermukim di negeri Paman Sam
ini hingga akhir hayatnya pada 1998. Sepanjang hidupnya, ia telah
menghasilkan lebih dari 20 karya tulisan. Meski berbagai gagasan yang ia
tuangkan melalui karya-karyanya ini banyak menuai kritikan dan
perdebatan, namun hingga kini pemikirannya tersebut masih dipuji dan
diikuti oleh sejumlah intelektual bertaraf internasional dan lintas
agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar