KETIKA di sekolah dasar guru mengajarkan trik menghafal musim hujan: kalau nama bulan itu diakhiri
“ember” (tempat menampung air), bulan depannya musim hujan dimulai. Trik itu
jitu sehingga sampai sekarang saya selalu ingat kalau sudah bulan September,
maka siap-siap dengan payung. Memang demikian pergantian musim di negeri kita,
yaitu pada bulan Oktober dan April. Dari bulan Oktober sampai Maret, wilayah
Indonesia bagian utara khatulistiwa mengalami musim hujan dan bagian selatan
musim kering, dan sebaliknya dari bulan April sampai September. (Garis
khatulistiwa adalah garis khayal yang membagi Bumi sama bagian antara utara dan
selatan. Garis khatulistiwa berbeda dengan garis edar Matahari.)
Daerah di sekitar
khatulistiwa (23,5 LU - 23,5 LS) disebut daerah tropis, iklimnya disebut iklim
tropis yaitu memiliki dua musim dengan kelembapan udara paling cocok untuk
banyak jenis makhluk hidup. Wilayah yang jauh dari garis khatulistiwa memiliki
musim lebih banyak. Benua Eropa, Amerika Utara, dan Selatan, dan Australia
misalnya memiliki empat musim, yakni panas (summer), gugur (autumn), dingin
(winter), dan semi (spring). Ini menimbulkan pertanyaan, apa yang menyebabkan
wilayah di Bumi pada waktu yang bersamaan memiliki musim berbeda tergantung
lokasinya?
Banyak yang menduga bahwa
musim-musim terjadi karena orbit Bumi mengelilingi Matahari yang berbentuk
elips: saat posisi terjauh, maka Bumi dingin, dan sebaliknya. Contoh ekstremnya
adalah planet Merkurius yang panas dan planet Pluto yang dingin. Atau kita akan
merasakan hangat saat dekat dengan api unggun dan dingin saat jauh. Teori ini
logis jika hanya menjelaskan hangat dan dingin, tapi tidak menjelaskan kenapa
ada dua musim berbeda (misalnya bagian utara khatulistiwa musim dingin dan
selatan musim panas) pada saat yang bersamaan?
Sebenarnya, jarak Bumi dan
Matahari tidaklah menentukan musim di Bumi, karena perbedaannya jarak terjauh
dan terdekat tidak signifikan. Perbandingannya seperti kita berdiri satu meter
dari api unggun, kemudian menjauh sekira dua cm, tentu kita tidak bisa
membedakan perbedaan panas yang kita rasakan.Ternyata kemiringan poros Bumi-lah
yang membuat terjadinya pergantian musim (lihat Gambar).
Gambar di atas
mengilustrasikan bagaimana cahaya matahari tersebar ke permukaan Bumi yang
dibagi oleh garis khatulistiwa, utara dan selatan. Pada posisi tersebut, bagian
selatan Bumi menerima sinar matahari lebih banyak daripada bagian utara
sehingga bagian selatan mengalami musim panas atau musim kemarau untuk daerah
tropis. Sementara bagian utara mengalami musim dingin atau musim hujan untuk
daerah tropis. Kondisi ini akan berganti setelah enam bulan, saat posisi Bumi
di sebelah kanan Matahari (berdasarkan ilustrasi pada Gambar).
Perhatikan juga kutub utara
dan selatan Bumi. Walau Bumi sudah berotasi penuh (24 jam), kutub utara tidak
akan menerima sinar Matahari sehingga selalu malam, sedangkan kutub selatan
menerima sinar Matahari terus sehingga selalu siang. Kondisi ini akan berlaku
sampai enam bulan, saat posisi Bumi di sebelah kanan Matahari (berdasarkan
ilustrasi pada Gambar). Inilah penjelasan kenapa di kutub pergantian siang dan
malam adalah sekali dalam enam bulan.
Ini juga menjelaskan
bagaimana pada musim panas siang hari lebih lama daripada malam hari (atau
sebaliknya pada musim dingin). Lebih detail lagi, pada tanggal 21 Juni bagian
utara mengalami siang hari terpanjang (sebaliknya bagian selatan siang hari
terpendek); 21 Maret dan 22 September Matahari tepat berada di garis
khatulistiwa sehingga lama siang hari benar-benar sama dengan lama malam hari
di semua wilayah Bumi; dan 21 Desember bagian utara mengalami siang hari
terpendek (sebaliknya bagian selatan siang hari terpanjang). Keempat hari itu
adalah terkait dengan empat musim yang ada di Bumi.
Sungguh menakjubkan akibat
kemiringan poros Bumi ini. Tentu saja ini tidak terjadi secara kebetulan,
sesungguhnya ini adalah salah satu bentuk kekuasaan Allah SWT. Bagi yang
tertarik lebih jauh, bisa dibuat perhitungan-perhitungan sederhana apa jadinya
kalau poros Bumi tidak miring, atau memiliki kemiringan bukan 23,45 derajat.
Bagaimana pengaruhnya terhadap musim?***
Sumber : Pikiran Rakyat (30 Juni 2005)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar