Dari
penelitiannya, Dr Husain Kamaluddin, ilmuwan asal Mesir menyatakan,
Makkah Al-Mukarramah merupakan pusat daratan bumi. Dengan begitu, waktu
dunia seharusnya tidak lagi berpusat di Greenwich. Namun, meski sudah
digulirkan sejak 1997, bukti ilmiah ini tidak serta merta membuat jam
Hijriah dijadikan rujukan penentu waktu.
Husain Kamaluddin mendasarkan teorinya dengan pendekatan matematika dan
kaidah yang disebut spherical triangle. Dengan perkiraan itu, maka
kedudukan Makkah berada tepat di pusat daratan bumi. Husain juga
menggambarkan proyeksi peta menggunakan program komputer tentang arah
kiblat, dan hasilnya menunjukkan Makkah merupakan pusat dari suatu
lingkaran yang melintasi semua benua.
Penelitian ini sekaligus membantah asumsi selama lebih seratus tahun
bahwa Greenwich, kota kecil di pinggiran London, Inggris, berada di
garis bujur nol derajat. Penasbihan Greenwich sebagai pusat dunia
tercantum secara resmi pada resolusi kedua Konperensi Garis Bujur
Internasional di Washington DC pada Oktober 1884.
"Jika para pemegang otoritas memang meyakini Makkah sebagai pusat
daratan dunia, maka mestinya ada penyesuaian waktu yang sejak 1884 sudah
digunakan umat Islam di dunia," kata Iwan Nurdaya Djafar. Iwan
menjelaskan, dengan kesepakatan di Washington DC, sejak itu waktu di
Indonesia mundur 28 jam.
Fakta ini juga memunculkan gagasan untuk membuat dan menerapkan jam
Hijriah. "Kalau jam Hijriah ditetapkan, dan Makkah sebagai pusatnya
berada di titik nol derajat, maka ibadah shaum Ramadan dan Hari Raya
Idul Fitri bisa berlangsung di hari yang sama di seluruh dunia.
Namun, komentar pun bermunculan bahwa persoalan tentu tidak sesederhana itu. Jika jam Hijriah
diterapkan, maka waktu-waktu ibadah yang selama ini merujuk jam
konvensional, harus disesuaikan. Mulai dari waktu salat wajib, salat
Jumat, salat-salat sunah, hingga waktu puasa, baik puasa wajib maupun
puasa sunah seperti puasa Senin-Kamis.
Selama ini, waktu Jakarta lebih cepat empat jam daripada Makkah. Dengan
menempatkan Makkah di titik nol derajat, maka posisi Jakarta menjadi 19
jam 36 menit di belakang Kota Makkah.
Tokoh organisasi di Indonesia mengatakan, penerapan jam Hijriah
sebaiknya jangan terlalu tergesa-gesa. Selain cukup sensitif, hal ini
juga dapat membingungkan umat muslim di dunia, terutama terkait
penyesuaian waktu ibadah.
Komentar-komentar lain mengatakan bahwa
penerapan jam Hijriah memerlukan pengkajian lebih lanjut dan harus
berhati-hati. Menurut para pengamat selama ini Indonesia sudah tidak asing dengan
penanggalan Hijriah, di samping sistem Masehi. Bahkan ada yang mengartikan "Makkah sebagai pusat
bumi, tidak mesti hanya bermakna fisik. Hati dan pikiran kita yang
dipusatkan ke Makkah."
Karena pemberlakuan jam hijriyah dengan penghitungan satuan waktu yang berbeda dibandingkan waktu masehi dapat menjadi jawaban atas ketidakkompakan umat Islam Indonesia dalam menentukan waktu Idul Fitri dan Idul Adha yang berlangsung selama ini.
Penerjemah buku Kabah pusat dunia dalam versi bahasa Indonesia itu dalam suatu bedah buku mengatakan, almanak dan satuan waktu konvensional telah menyebabkan kekacauan jadwal shalat dan ibadah mahdhah.
Seperti dilansir Antara bahwa selama ini satuan waktu berpatokan pada GMT, sementara hasil riset terbaru sejumlah ilmuwan menyatakan, Kabah adalah pusat bumi yang artinya merupakan titik 0 (nol) derajat garis bujur dan patokan waktu dunia.
Dan penemuan tersebut akan mengkalibrasi ulang satuan waktu dunia, termasuk Indonesia, yang berdasarkan perhitungan garis bujur dengan Kabah sebagai titik 0 (nol), maka Indonesia berada pada 20 jam sebelum waktu Mekkah.
Berdasarkan temuan tersebut, Mekkah berada pada titik 0 derajat, dan Jakarta 294 derajat bujur Mekkah, kata dia.
Meski demikian, menurut para pengkaji, dibutuhkan upaya panjang, untuk membawa hasil temuan Saad Muhammad AL Marsafy itu ke dalam ranah syariat, dan merevolusi jadwal ibadah umat Islam di Indonesia.
Di samping itu, harus ada pembicaraan di kalangan ulama, dan pihak yang berkompeten, namun paling tidak temuan itu membuka mata kita, bahwa peran Kabah lebih dari sekedar kiblat yang selama ini kita pahami, namun juga pusat bumi.
Buku yang berjudul asli Al Kabah Markaz AL Alam itu dibuat oleh Saad Muhammad Al Marsafy pada 2000, dan sebelumnya sempat diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Hadeer refat Abo El Nagah.
Dalam buku tersebut diungkap berbagai temuan baru para pemikir dan ilmuwan muslim, termasuk penggambaran peta terbaru dengan Kabah sebagai pusat bumi, berikut metode penelitian yang digunakan.
Penggambaran peta bumi terbaru dengan Mekkah sebagai pusatnya itu digambarkan oleh Professor Kamal El Din.
Menurutnya Mekkah adalah suatu pusat dari lingkaran yang menggabungkan semua benua, dan ini sesuai dengan surah Asy Syura dalam Al Quran.