مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ
بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ (15) فَأَعْرَضُوا فَأَرْسَلْنَا
عَلَيْهِمْ سَيْلَ الْعَرِمِ وَبَدَّلْنَاهُمْ بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ
ذَوَاتَيْ أُكُلٍ خَمْطٍ وَأَثْلٍ وَشَيْءٍ مِنْ سِدْرٍ قَلِيلٍ (16)
ذَلِكَ جَزَيْنَاهُمْ بِمَا كَفَرُوا وَهَلْ نُجَازِي إِلَّا الْكَفُورَ
(17) وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ الْقُرَى الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا
قُرًى ظَاهِرَةً وَقَدَّرْنَا فِيهَا السَّيْرَ سِيرُوا فِيهَا لَيَالِيَ
وَأَيَّامًا آَمِنِينَ (18) فَقَالُوا رَبَّنَا بَاعِدْ بَيْنَ
أَسْفَارِنَا وَظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ فَجَعَلْنَاهُمْ أَحَادِيثَ
وَمَزَّقْنَاهُمْ كُلَّ مُمَزَّقٍ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِكُلِّ
صَبَّارٍ شَكُورٍ (19)
“Sesungguhnya bagi
kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu
dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka
dikatakan), ‘Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu
dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan
(Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun". Tetapi mereka berpaling,
maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua
kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah
pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. Demikianlah Kami memberi
balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak
menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang
yang sangat kafir. Dan Kami jadikan antara mereka dan antara
negeri-negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang
berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak)
perjalanan. Berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam dan siang hari
dengan aman. Maka mereka berkata: "Ya Tuhan kami jauhkanlah jarak
perjalanan kami", dan mereka menganiaya diri mereka sendiri; maka Kami
jadikan mereka buah mulut dan Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
kekuasaan Allah bagi setiap orang yang sabar lagi bersyukur.” (QS Saba’ [34]: 15-19)
Di
dalam kisah keluarga Daud, al-Quran membahas secara panjang lebar
keimanan kepada Allah dan syukur kepada-Nya atas limpah karunia-Nya, dan
di lembaran sebelahnya ia membentangkan kisah kaum Saba. Di dalam surah
An-Naml telah disebutkan cerita-cerita yang terjadi di antara Nabi
Sulaiman a.s. dengan ratu kerajaan Saba (Ratu Balqis) dan di sini pula
disebut sekali lagi cerita kaum Saba’ selepas kisah Nabi Sulaiman a.s.
Ini menunjukkan bahwa peristiwa-peristiwa yang disebut di dalam ayat ini
adalah terjadi sesudah kisah yang telah terjadi di antara ratu itu
dengan Nabi Sulaiman a.s. Asumsi ini berdasarkan alasan bahwa kisah di
dalam ayat ini menceritakan perihal kesombongan kaum Saba terhadap
nikmat Allah dan terhapusnya nikmat itu dari mereka, serta keadaan
mereka yang porak-poranda dan bergelimangan di sana sini, sedangkan
mereka di zaman Ratu Balqis yang diceritakan dalam Surah an-Naml sebagai
sebuah kerajaan yang besar, mewah dan makmur, seperti yang
diceriterakan oleh burung hud-hud kepada Nabi Sulaiman a.s.
“Sesungguhnya
aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia
dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar. Aku
mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan setan
telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu
menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat
petunjuk.” (QS An-Naml [27]: 23-24)
Cerita ini
dilanjutkan dengan cerita keislaman Ratu Balqis dan keimanannya kepada
Allah Rabb semesta alam. Kisah yang diceritakan di dalam surah ini
terjadi setelah keislaman Ratu Balqis, yaitu setelah kaum Saba’ enggan
bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat yang dikaruniakan kepada
mereka.
Kisah ini diawali dengan cerita
kesenangan dan kemewahan mereka dan bagaimana mereka diseru supaya
bersyukur kepada Allah sebatas kemampuan upaya mereka:
“Sesungguhnya
bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka
yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada
mereka dikatakan), ‘Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan)
Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang
baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.’” (23)
Saba’
ialah nama satu kaum yang mendiami selatan Yaman. Mereka tinggal di
satu kawasan yang subur, dan sebagiannya masih ada hingga hari ini.
Mereka telah mendaki tangga peradaban yang tinggi sehingga mereka dapat
mengendalikan air-air hujan yang lebat yang mengalir dari sebelah laut
di Selatan dan di Timur. Mereka telah membangun sebuah bendungan air
alam yang diapit oleh dua buah bukit, dan di muka lembah di antara dua
bukit itu mereka bangun sebuah pembendung yang bisa dibuka dan ditutup.
Mereka dapat menyimpan air yang banyak di belakang bendungan itu dan
mereka dapat mengendalikannya sesuai keperluan mereka. Dan dengan
bendungan ini mereka mendapat persediaan air yang amat besar yang
terkenal dengan nama Bendungan Saba’.
Kebun-kebun
yang terletak di kanan dan kiri negeri itu melambangkan negeri yang
subur, makmur, sejahtera dan penuh kenikmatan. Karena itu kebun-kebun
itu merupakan bukti yang mengingatkan mereka kepada Allah Pemberi Yang
Maha Pemurah. Kaum Saba’ telah disuruh menikmati rezeki-rezeki yang
dikaruniakan Allah itu dengan bersyukur:
“Makanlah
olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu
kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah
Tuhan Yang Maha Pengampun.” (QS Saba’ [34]: 15)
Mereka
diperingatkan dengan nikmat negeri mereka yang makmur terutama nikmat
ampunan Allah yang memaafkan kelalaian mereka dari bersyukur, serta
kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan.
“(Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.”
Negeri
mereka adalah sebuah negeri yang mendapat nikmat kemakmuran di bumi dan
mendapat keampunan di langit. Oleh karena itu, apa yang menghalang
mereka dari memuji dan bersyukur kepada Allah? Tetapi mereka tidak
bersyukur dan tidak pula mengingati Allah:
“Tetapi
mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar
dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi
(pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon
Sidr.” (16)
Mereka enggan bersyukur kepada Allah
dan enggan melakukan amalan-amalan yang salih serta enggan menggunakan
nikmat-nikmat yang dikaruniakan Allah itu dengan cara yang baik, lalu
Allah merampas kembali kemewahan dan kemakmuran hidup mereka dengan
melepaskan banjir yang dahsyat yang menghanyutkan batu-bata yang ada di
tengah jalannya lalu memecahkan bendungan mereka dan menyebabkan banjir
besar yang mengaramkan negeri itu. Setelah itu tidak ada lagi air yang
dapat mereka simpan karena semuanya menjadi kering. Kebun-kebun mereka
yang luas berganti menjadi padang belantara yang ditumbuhi pohon-pohon
yang liar dan kasar:
“Tetapi mereka berpaling,
maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua
kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah
pahit, pohon atsl dan sedikit dari pohon Sidr.” (16)
Pohon
khamthun ialah pohon arak atau pohon yang berduri, pohon atsl ialah
pohon tamaris (sejenis pohon berduri halus), dan pohon bidara itulah
pohon terbaik yang bisa mereka dapati tetapi jumlahnya sangat sedikit.
“Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka.”
Menurut pendapat yang lebih kuat, yang dimaksudkan (dengan kekufuran di sini) ialah kufur nikmat.
“Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir.”
Di
waktu ini kaum Saba masih tinggal di kampung-kampung dan di rumah-rumah
mereka. Walaupun Allah telah menyempitkan rezeki mereka dan mengganti
kemakmuran dan kesenangan hidup mereka dengan kesusahan, namun Allah
tidak memecah-belah mereka hingga terpencar-pencar, dan kehidupan mereka
di sana masih terhubung dengan negeri-negeri yang diberkati Allah,
yaitu negeri Makkah di Semenanjung Tanah Arab dan Baitul-Maqdis di Syam.
Negeri Yaman di waktu itu makmur, terletak di utara negeri Saba dan
mempunyai hubungan dengan negeri-negeri yang diberkati Allah dan
jalan-jalan di antara kedua dua ibu kota negeri juga masih baik dan
aman:
“Dan Kami jadikan antara mereka dan antara
negeri-negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri
yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak)
perjalanan. Berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam dan siang hari
dengan aman.”
Menurut cerita, orang-orang yang
bepergian di waktu itu keluar dari satu negeri dan masuk ke satu negeri
yang lain sebelum hari menjadi gelap. Jarak perjalanan ke negeri-negeri
itu sangat dekat dan aman bagi para musafir. Mereka bisa istirahat
dengan cukup karena adanya rumah-rumah dan tempat-tempat perhentian yang
berdekatan di tengah jalan.
Negeri Saba dilanda
bencana, tetapi mereka tidak mengambil pengajaran dari peristiwa yang
pertama. Peristiwa itu tidak menggerakkan mereka memohon kepada Allah
agar Dia mengembalikan kemakmuran yang telah hilang. Sebaliknya, mereka
memohon kepada Allah dengan permohonan yang bodoh:
“Maka mereka berkata: "Ya Tuhan kami jauhkanlah jarak perjalanan kami.’”
Mereka
meminta perjalanan-perjalanan yang jauh yang hanya dilakukan beberapa
kali saja di dalam setahun, bukannya perjalanan-perjalanan yang dekat
yang bersambung-sambung rumah kediaman karena perjalanan-perjalanan yang
seperti ini tidak memuaskan selera mereka dalam berkelana. Inilah doa
yang muncul dari hati mereka yang sombong dan menganiayai diri sendiri.
“Dan mereka menganiaya diri mereka sendiri…”
Lalu Allah perkenankan permohonan mereka yang sombong itu:
“Maka Kami jadikan mereka buah mulut dan Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya.”
Mereka
telah terpecah-belah dan terpencar-pencar di seluruh pelosok
Semenanjung Tanah Arab. Mereka menjadi buah mulut dan bahan cerita di
sana sini, padahal dahulunya mereka adalah satu umat yang mempunyai
kedudukan di dunia ini.
“Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi
setiap orang yang sabar lagi bersyukur.”
Yakni
banyak bersabar saat menghadapi kesusahan dan banyak bersyukur saat
mendapat kesenangan. Di dalam kisah kaum Saba terdapat banyak pelajaran
bagi orang-orang yang banyak bersabar dan orang-orang yang banyak
bersyukur.
Ini adalah satu makna tentang ayat
ini, dan di sana ada makna lain, bahwa mungkin yang dimaksudkan dengan
firman Allah: “Dan kami jadikan di antara negeri-negeri dengan
negeri-negeri mereka yang kami berkati itu beberapa negeri yang kuat.”
Yakni negeri-negeri yang berkuasa. Sementara kaum Saba’ berubah menjadi
kaum yang miskin yang hidup di padang belantara yang kering. Mereka
terpaksa berpergian ke sana sini dan berpindah-pindah mencari
padang-padang rumput dan tempat tempat-tempat air. Mereka tidak sabar
menghadapi kesusahan itu lalu mereka berdoa:
“Wahai
Tuhan kami! Jauhkan jarak perjalanan-perjalanan kami” yakni
kurangkanlah perjalanan kami ke sana ke mari karena kami telah penat.
Mereka tidak menyertai do’a itu dengan permohonan taubat kepada Allah
supaya doa mereka diperkenankan Allah. Mereka telah bersikap takabur
dengan kesenangan hidup dan tidak sabar menghadapi kesusahan, lalu Allah
membinasakan mereka dan memecah-belah mereka, sehingga tidak ada yang
tersisa selain cerita-cerita mereka saja.
Dengan
demikian, ulasan “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang yang sabar lagi
bersyukur” benar-benar serasi dengan sikap kaum Saba yang kurang
bersyukur atas nikmat Allah dan kurang bersabar dalam menghadapi
kesusahan. Ini adalah satu sisi makna yang saya fikir sesuai dengan ayat
ini. Allah saja Yang Maha Mengetahui maksud yang sebenarnya.
Sumber :
http://www.eramuslim.com/syariah/tafsir-zhilal/pelajaran-hidup-dari-kisah-kaum-saba-1.htm
http://www.eramuslim.com/syariah/tafsir-zhilal/pelajaran-hidup-dari-kisah-kaum-saba-2.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar