Salah satu yang menjadi nara sumber
Konferensi Internasional untuk Kemanusiaan Palestina di Jakarta, 31
Oktober – 2 Nopember 2008, adalah Mufti Besar Palestina, Dr. Ikrimah
Shabri. Sosok yang secara usia sudah kelihatan sepuh, namun semangat
beliau luar biasa, terlihat dari keikutsertaan beliau dalam setiap sessi
konferensi.
Dalam kesempatan khutbah Jum’at beliau mengawali
penjelasannya dengan Kudukan Al Aqsha yang suci dan mensejarah. Karena
secara tegas dijelaskan dalam Kitab Suci Al Qur’an, di surat Al Isra’
ayat pertama. Dengan menggunakan permulaan: “Subhaanal ladzii asraa…” Hanya ada satu surat di dalam Al Qur’an yang di awali dengan kata dan istilah ini. Yang berarti, “Maha Suci yang telah memperjalankan…”.
Kata beliau, ini menunjukkan kedudukan yang mulia lagi suci antara dua
kiblat umat Islam, masjidil Aqsha, kiblat pertama umat muslim dan
masjidil Haram, kiblat selamanya umat muslim. Sehingga tidak ada bedanya
antara kehormatan keduanya. Sama-sama suci dan mulia.
Ini ditegaskan lagi dengan sabda Rasulullah saw. “Tidak
dianjurkan dengan sangat untuk pergi berkunjung, kecuali terhadap tiga
masjid: Masjidil Haram, Masjidil Aqsha dan Masjid ini -Masjid Nabawi-.” Begitu beliau mendudukkan permasalahan Al Aqsha, Al Quds, dan Palestina dengan sebenarnya.
Terkait
dengan penggalian terowongan di bawah masjid Al Aqsha, beliau
menguraikan: “Bahwa stategi Zionis Israel sangatlah halus dan licik,
pertama dengan mengklaim bahwa di bawah bangunan masjid Al Aqsha ada apa
yang mereka sebut sebagai haikal Sulaiman. Klaim ini mereka sebarkan
secara massif. Padahal di bawah Masjid Al Aqsha tidak ada sama sekali
situs purbakala yang menunjukkann hal demikian.” Selanjutnya mereka
mulai menggali terowongan di mulai dari wilayah sebelah Barat Masjid Al
Aqsha. Lagi-lagi mereka berbuat demikian adalah karena ingin menjadikan
terowongan itu salah satu tempat kunjungan wisata.
Namun yang
pasti, dengan adanya bukti-bukti yang sangat kuat, ternyata penggalian
itu sekarang ini sudah sampai di pondasi dasar di tengah-tengah masjid
Al Aqsha.
Zionis Israel tidak berani mengahancurkan masjid Al
Aqsha secara terang-terangan, dengan merobohkan, membom-bardir atau
meruntuhkan masjid Al Aqsha secara langsung. Namun dengan menggali
terowongan di bawah pondasi dasar di tengah-tengah masjid Al Aqsha,
harapan mereka ketika ada peritiwa gempa yang meskipun skalanya kecil
saja, maka bangunan masjid Al Aqsha akan runtuh dengan sendirinya,
sehingga mereka tidak mendapat kecaman dari dunia.” Akal yang licik.
Dalam
wawancara khusus dengan salah satu stasiun radio internasional, beliau
menegaskan peranan ulama dalam mempersatukan faksi-faksi yang berada di
Palestina. Beliau mengatakan: “Al Aqsha adalah segala-galanya bagi umat
muslim, sehingga ia melampaui kepentingan kelompok tertentu di
Palestina. Tugas kami para ulama, cendekiawan, para mufti adalah
berusaha keras untuk menyatukan faksi-faksi yang ada guna menyelamatkan
Al Aqsha dan Palestina.”
Usaha kami belum berhasil sampai
sekarang, namun kami akan terus berusaha keras untuk menyatukan bangsa
Palestina. Dan usaha itu pernah berhasil, ketika terbentuk pemerintahan
bersama antara Hamas dan Fatah -Presidennya dari Fatah, dan Perdana
Menterinya dari Hamas-, namun usaha itu tidak berlanjut lama, karena
memang ada konspirasi Amerika untuk memecah belah bangsa Palestina.
Amerika tidak akan menggelontorkan dana besarnya kalau terjadi persatuan
bangsa Palestina, sehingga salah satu syarat untuk mendapatkan dana
bantuan itu, harus tidak ada persatuan. Dan itulah yang dilakukan oleh
kelompok Fatah.” Kata beliau.
Dalam siaran press di akhir acara
Konferensi ini beliau menambahkan: “Palestina haruslah independen secara
ekonomi dan tidak tergantung dengan Israel. Sebab tidak mungkin
akhirnya Palestina akan merdeka, kalau ekonominya masih bergantung dan
di bawah kendali Israel.” Karena itu, kata beliau Bangsa Palestina harus
didukung kemajuan ekonominya oleh semua anak bangsa Palestina, di dalam
dan di luar negeri, dibantu oleh negara-negara Timur Tengah di
sekitarnya, dibantu dunia Islam, bahkan dibantu oleh dunia
internasional, yang masih menghargai hak-hak asasi manusia. Dengan daya
dan upaya yang memungkinkan untuk hal itu.” Allahu a’lam.
Sumber: http://www.dakwatuna.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar