Sumber: Scientific American Reports – Special Edition on Astrophysics, 2007
Sejak
fisikawan menemukan akselerator partikel, hampir 80 tahun silam,
mereka telah menggunakannya untuk tugas-tugas sedemikian eksotis
seperti memecah atom, mengubah unsur, menghasilkan antimateri, dan
menciptakan partikel-partikel yang sebelumnya tidak teramati di alam.
Dengan keberuntungan, mereka dapat segera mengemban sebuah tantangan
yang akan membuat pencapaian-pencapaian itu terasa hampir biasa-biasa
saja. Akselerator dapat menghasilkan objek paling misterius di alam
semesta: black hole.
Saat berpikir tentang black hole,
seseorang biasanya membayangkan monster raksasa yang dapat menelan
pesawat antariksa, atau bahkan bintang, bulat-bulat. Tapi lubang yang
dapat dihasilkan di akselerator berenergi tertinggi—barangkali
secepatnya pertengahan tahun 2008, saat Large Hadron Collider (LHC) di
CERN dekat Genewa mulai berjalan pada energi penuh—adalah sepupu jauh
raksasa astrofisikal tersebut. Mereka akan [berukuran] mikroskopis,
sebanding dengan partikel unsur. Mereka tidak akan merobek bintang,
tidak akan merajai galaksi, atau menjadi ancaman bagi planet kita,
tapi, dalam beberapa hal, sifat mereka semestinya lebih dramatis.
Lantaran efek quantum, mereka akan menguap sesaat setelah terbentuk,
menerangi detektor partikel layaknya pohon Natal. Dalam pada itu,
mereka dapat memberi petunjuk tentang bagaimana ruang-waktu terangkai
bersama dan apakah ia mempunyai dimensi lebih tinggi yang tak terlihat.
Pemampatan Ketat
Dalam bentuk modernnya, konsep black hole
muncul dari teori relativitas umum Einstein, yang memprediksikan bahwa
jika materi cukup termampatkan, gravitasinya akan menjadi begitu kuat
sehingga membentuk kawasan ruang yang darinya segala sesuatu tidak
dapat melarikan diri. Batas kawasan tersebut adalah horison peristiwa (event horizon)-nya black hole:
objek-objek dapat jatuh masuk, tapi tak ada yang bisa keluar. Dalam
kasus paling sederhana, di mana ruang tidak mempunyai dimensi
tersembunyi atau dimensi yang lebih kecil daripada lubang, ukurannya
persis proporsional dengan massanya. Bila Anda memampatkan matahari
sampai beradius 3 kilometer, kurang lebih seperempat juta kali dari
ukurannya sekarang, ia akan menjadi black hole. Adapun Bumi
bila ingin mengalami nasib yang sama, Anda harus memampatkannya sampai
beradius 9 milimeter, menyusut semiliar kali dari ukurannya sekarang.
Kisah Dua Black Hole
Black
hole astrofisikal dianggap sebagai mayat bintang masif yang kolaps
akibat bobotnya sendiri. Sewaktu materi jatuh ke dalamnya, ia bertindak
seperti pembangkit hidrolistrik kosmik, melepaskan energi potensial
gravitasi—satu-satunya sumber tenaga yang dapat menerangkan sinar X
intens dan jet gas yang dilihat astronom menyembur dari sistem-sistem
angkasa seperti biner (pasangan) sinar X yang ditunjukkan di sini.
Black
hole mikroskopis mempunyai massa sampai seukuran asteroid besar. Ia
mungkin terkocok oleh kolapsnya materi di awal big bang. Jika ruang
memiliki dimensi-dimensi tambahan yang tak terlihat, ia juga dapat
terbentuk oleh tubrukan partikel energetik di alam semesta hari ini.
Daripada menelan materi, ia melepaskan radiasi dan membusuk dengan
cepat.
Oleh karena
itu, semakin kecil lubangnya,semakin tinggi derajat pemampatan yang
dibutuhkan untuk menciptakannya. Densitas keterperasan materi
proporsional dengan kuadrat terbalik massa. Untuk sebuah lubang
bermassa matahari, densitasnya adalah sekitar 1019 kilogram/meter3,
lebih tinggi daripada nukleus atom. Densitas sedemikian hampir
merupakan yang tertinggi yang dapat dihasilkan melalui kekolapsan
gravitasi di alam semesta sekarang. Benda yang lebih ringan dari
matahari menolak kolaps lantaran distabilkan oleh gaya tolak quantum di
antara partikel-partikel sub-atom. Menurut pengamatan, black hole teringan adalah sekitar 6 massa matahari.
Overview: Pabrik Black Hole
- Black hole tidak pasti merupakan monster raksasa rakus. Teori mengindikasikan bahwa mereka bisa memiliki beraneka ragam ukuran, beberapa bahkan lebih kecil daripada partikel subatom. Lubang kecil dibobrokkan oleh efek quantum, dan yang paling kecil akan meledak hampir sesaat setelah mereka terbentuk.
- Para teoris belakangan mengajukan bahwa black hole kecil dapat terbentuk dalam tubrukan-tubrukan di alam semesta sekarang, bahkan di Bumi. Mereka berpikir bahwa energi yang diperlukan terlalu tinggi, tapi jika ruang mempunyai dimensi tambahan deng an atribut yang tepat, maka ambang energi untuk produksi black hole jauh lebih rendah. Bila demikian, lubang-lubang dapat diproduksi oleh Large Hadron Collider (LHC) di CERN dan dalam tubrukan sinar kosmik di atmosfer. Fisikawan dapat menggunakan lubang-lubang ini untuk menyelidiki dimensi ruang tambahan.
- Black hole kecil dapat tersisa dari tahap awal big bang, dan astronom mungkin bisa mendeteksi beberapa dari mereka yang meledak hari ini.
Namun,
kekolapsan bintang bukanlah satu-satunya cara terbentuknya lubang.
Pada awal 1970-an, Stephen Hawking dari Universitas Cambridge dan salah
seorang dari kami (Carr) menyelidiki mekanisme untuk menghasilkan
lubang di alam semesta awal. Lubang-lubang ini diistilahkan sebagai black hole
“primordial”. Begitu alam semesta mengembang, densitas rata-rata
materi menurun; karena itu, densitasnya jauh lebih tinggi di masa
lampau, pada level nuklir luar biasa di mikrodetik pertama big bang. Hukum-hukum fisika yang kita kenal memperkenankan suatu densitas materi mencapai apa yang disebut harga Planck, 1097 kilogram/meter3—densitas
di mana kekuatan gravitasi menjadi begitu kuat sehingga fluktuasi
mekanika quantum dapat menghancurkan struktur ruang-waktu. Densitas
setinggi itu cukup untuk menciptakan black hole beradius 10-35 meter (ukuran yang dikenal sebagai panjang Planck) dengan massa 10-8 kilogram (massa Planck).
Ini adalah black hole
teringan menurut gambaran gravitasi konvensional. Ini jauh lebih
masif, tapi lebih kecil dalam hal ukuran, dibanding partikel unsur. Black hole primordial yang semakin lama semakin berat boleh jadi terbentuk selagi densitas kosmos jatuh. Black hole yang kurang dari 1012
kilogram masih lebih kecil dibanding proton, tapi melampaui massa ini
lubang akan sebesar objek-objek fisik yang lebih familiar. Pembentukan
sewaktu densitas kosmos cocok dengan densitas nuklir akan menghasilkan
massa yang sebanding dengan massa matahari dan akan makroskopis.
Densitas tinggi alam semesta awal merupakan prasyarat untuk pembentukan black hole primordial, tapi tidak menjamin. Agar sebuah kawasan berhenti mengembang dan kolaps menjadi black hole,
ia harus lebih padat dari rata-rata, sehingga fluktuasi densitas juga
diperlukan. Para astronom tahu bahwa fluktuasi semacam itu eksis,
setidaknya pada skala besar, kalau tidak, struktur-struktur seperti
galaksi dan kluster galaksi tidak akan pernah bergabung. Agar black hole
primordial terbentuk, fluktuasi pada skala lebih kecil harus lebih
kuat daripada di skala yang besar, yang mungkin tak terelakkan.
Sekalipun tanpa fluktuasi, lubang-lubang dapat terbentuk secara spontan
pada berbagai transisi fase kosmologis—contohnya, ketika alam semesta
mengakhiri periode awal laju perluasannya, yang dikenal sebagai
inflasi, atau pada masa densitas nuklir, ketika partikel-partikel
seperti proton berkondensasi dari sup konstituen quarknya. Tentu saja,
para kosmolog dapat menempatkan batasan penting pada model alam semesta
awal dari fakta bahwa materi yang berakhir di black hole primordial tidak terlalu banyak.
Pergi lalu Menghilang
Kesadaran
bahwa lubang-lubang ini boleh jadi berukuran kecil telah mendorong
Hawking untuk mempertimbangkan efek quantum apa yang mungkin muncul,
dan di tahun 1974 dia sampai pada kesimpulan terkenalnya bahwa black hole
tidak hanya menelan partikel-partikel tapi juga meludahkannya. Hawking
memprediksikan bahwa lubang beradiasi secara termal seperti batu bara
panas, dengan temperatur yang proporsional terbalik terhadap massanya.
Untuk lubang seberat satu massa solar, temperaturnya adalah sekitar
sepersejuta kelvin, yang sama sekali sepele di alam semesta hari ini.
Tapi untuk black hole seberat 1012 kilogram, hampir setara dengan massa sebuah gunung, temperaturnya 1012
kelvin—cukup panas untuk mengeluarkan partikel tak bermasa seperti
photon, maupun partikel bermassa seperti elektron dan positron.
Karena emisi tersebut membawa lari energi, massa lubang cenderung menurun. Akibatnya black hole
sangat tidak stabil. Saat menyusut, ia terus memanas, mengeluarkan
partikel-partikel yang semakin energetik dan menyusut semakin cepat.
Ketika lubang mengerut hingga bermassa sekitar 106 kilogram, permainan habis: dalam satu detik, ia meledak dengan energi bom nuklir sejuta megaton. Total waktu bagi black hole
untuk menguap adalah proporsional dengan pangkat tiga dari massa
awalnya. Untuk lubang seberat satu massa solar, usia hidupnya adalah
sepanjang 1064 tahun, tidak bisa diamati. Untuk lubang seberat 1012 kilogram, usia hidupnya adalah 1010 tahun—hampir seusia dengan umur alam semesta. Karenanya, black hole primordial dengan massa ini pasti sedang menyelesaikan penguapan dan meledak saat ini. Black hole primordial yang lebih kecil pasti telah menguap selama masa kosmologis awal.
Cara untuk Membuat Black Hole Mini
Fluktuasi
Densitas Primordial. Dalam sejarah awal alam semesta kita, ruang
dipenuhi dengan plasma padat dan panas. Densitasnya bervariasi dari
tempat ke tempat, dan di lokasi di mana densitas relatifnya cukup
tinggi, plasma dapat kolaps menjadi black hole.
Tubrukan
Sinar Kosmik. Sinar kosmik—partikel sangat energetik dari sumber
angkasa—bisa menghantam atmosfer Bumi dan membentuk black hole. Mereka
akan meledak dalam hujan radiasi dan partikel sekunder yang bisa
dideteksi di darat.
Akselerator Partikel. Akselerator seperti LHC dapat menabrakkan dua partikel bersama-sama dengan energi sedemikian tinggi sehingga mereka akan kolaps menjadi sebuah black hole. Detektor akan mencatat pembusukan lubang yang timbul.
Penelitian
Hawking merupakan kemajuan konseptual yang sangat besar karena
menghubungkan tiga bidang fisika yang sebelumnya terpisah: relativitas
umum, teori quantum, dan termodinamika. Ini juga merupakan langkah
menuju teori gravitasi quantum final. Sekalipun black hole
primordial tak pernah betul-betul terbentuk, pemikiran mengenai mereka
telah membawa pada pengetahuan fisika yang luar biasa. Karenanya ini
bisa berguna untuk mempelajari sesuatu sekalipun ia tidak eksis.
Penemuan
ini terutama menguak paradoks mendalam yang mengarah pada jantung
persoalan mengapa relativitas umum dan mekanika quantum begitu sulit
direkonsiliasikan. Menurut teori relativitas, informasi tentang sesuatu
yang jatuh ke dalam sebuah black hole hilang selama-lamanya.
Jika lubang tersebut menguap, apa yang terjadi pada informasi yang
terkandung di dalamnya? Hawking menyatakan bahwa black hole
menguap sepenuhnya, menghancurkan informasi dan melanggarprinsip dasar
mekanika quantum. Tapi penghancuran informasi semacam itu juga
bertentangan dengan hukum kekekalan energi, menjadikan kemungkinan ini
tak masuk akal.
Kebangkitan dan Kematian Black Hole Quantum
Massa:
10 TeV. Waktu: 0. Jika kondisinya benar, dua partikel (ditunjukkan di
sini sebagai paket gelombang) bisa bertubrukan untuk menciptakan black
hole. Lubang yang baru lahir adalah asimetris. Ia dapat berotasi,
bergetar, dan bermuatan listrik. (Waktu dan massa merupakan perkiraan; 1
TeV adalah energi yang ekuivalen dengan sekitar 10-24 kilogram.)
Massa:
10 sampai 8 TeV. Waktu: 0 sampai 1x10-27 detik. Sewaktu tenang, black
hole memancarkan gelombang gravitasi dan elektromagnetik. Menurut
ungkapan fisikawan John A. Wheeler, lubang kehilangan rambutnya—ia
menjadi benda yang hampir tak berfitur, hanya bercirikan muatan,
putaran, dan massa. Muatan pun segera bocor sewaktu lubang melepaskan
partikel bermuatan.
Massa:
8 sampai 6 TeV. Waktu: 1 sampai 3x10-27 detik. Black hole tak lagi
gelap: ia beradiasi. Awalnya, emisi timbul akibat putaran, sehingga
lubang melambat dan mengendur menjadi berbentuk spheris. Radiasi muncul
utamanya sepanjang bidang ekuator black hole.
Massa
6 sampai 2 TeV. Waktu: 3 sampai 20x10-27 detik. Setelah kehilangan
putarannya, black hole kini menjadi benda yang lebih sederhana lagi
daripada sebelumnya, hanya bercirikan massa. Massa pun bocor dalam
bentuk radiasi dan partikel masif, yang timbul ke setiap arah
Massa:
2 sampai 0 TeV. Waktu: 20 sampai 22x10-27 detik. Lubang mendekati
massa Planck—massa terendah yang mungkin dicapai untuk sebuah lubang,
menurut teori mutakhir—dan berkedip menuju kenihilan. Teori string
menyatakan bahwa lubang akan mulai memancarkan string, satuan materi
yang paling fundamental.
Simulasi
pembusukan sebuah black hole menunjukkan akselerator partikel dan
detektor dengan seksi bersilangan. Dari pusat pipa akselerator
(lingkaran hitam) muncul partikel-partikel (jari-jari) yang dicatat oleh
lapisan detektor (cincin konsentris berwarna).
Alternatif lain, bahwa black hole yang menguap meninggalkan sisa-sisa, sama tidak menyenangkannya. Agar sisa-sisa ini dapat meng-encode semua informasi yang bisa hilang ke dalam black hole,
mereka harus timbul dalam beragam tipe tak terbatas. Hukum fisika
memprediksikan bahwa laju produksi sebuah partikel adalah proporsional
dengan jumlah tipe partikel tersebut. Karena itu, sisa-sisa black hole
pasti dihasilkan pada laju tak terbatas; proses fisikal sehari-hari
pun, seperti menyalakan oven microwave, akan menghasilkannya. Alam akan
tidak stabil dan menimbulkan malapetaka. Kemungkinan ketiga (dan
terbesar) adalah bahwa informasi keluar melalui gangguan lokalitas—bahwa
peristiwa-peristiwa di titik-titik terpisah dapat mempengaruhi satu
sama lain setelah cahaya sempat melintas di antara mereka—yang lebih
intens daripada nonlokalitas quantum biasa. Teka-teki ini menantang para
teoris sampai hari ini.
Mencari Lubang
Kemajuan dalam fisika biasanya memerlukan suatu petunjuk dari eksperimen, sehingga pertanyaan yang timbul dari black hole mikroskopis memotivasi pencarian empiris. Astronom mungkin sanggup mendeteksi black hole primordial bermassa awal 1012 kilogram yang meledak di alam semesta hari ini. Kira-kira sepersepuluh dari massa black hole
ini menjadi sinar gamma. Pada 1976, Hawking dan Don Page, kala itu di
California Institute of Technology, menyadari bahwa observasi latar
sinar gamma menempatkan batas atas ketat pada jumlah lubang semacam itu.
Lubang-lubang itu tidak bisa, contohnya, mencapai jumlah signifikan dark matter
alam semesta, dan ledakan mereka jarang berada cukup dekat untuk bisa
dideteksi. Namun pada pertengahan 1990-an, David Cline dari Universitas
California, Los Angeles, beserta koleganya menyatakan bahwa ledakan
sinar gamma tersingkat mungkin merupakan black hole
primordial yang meledak. Walaupun ledakan panjang dianggap terkait
dengan bintang-bintang yang meledak atau bergabung, peristiwa-peristiwa
singkat mungkin memiliki penjelasan lain. Observasi mendatang pasti
menjawab isu ini, tapi kemungkinan bahwa observasi astronomi bisa
menyelidiki tahap akhir penguapan black hole sungguh menggiurkan.
Produksi black hole
oleh akselerator partikel merupakan kemungkinan yang lebih
mengasyikkan. Mengenai produksi berdensitas tinggi, tak ada alat yang
mengalahkan akselerator seperti LHC dan Tevatron di Fermi National
Accelerator Laboratory di Batavia, Ill. Mesin-mesin ini mengakselerasi
partikel-partikel subatom, seperti proton, hingga mendekati kecepatan
cahaya. Dengan begitu partikel-partikel itu memiliki energi kinetik
besar. Di LHC, proton akan mencapai energi kira-kira 7 tera-elektron
volt (TeV). Sesuai dengan persamaan terkenal E = mc2 Einstein, energi ini ekuivalen dengan massa 10-23
kilogram, atau 7.000 kali massa proton tersebut. Ketika dua partikel
semacam itu bertubrukan pada jarak dekat, energi mereka terkonsentrasi
ke kawasan ruang kecil. Seseorang mungkin menerka, sekali-sekali
partikel-partikel yang bertubrukan itu akan cukup dekat untuk membentuk black hole.
Namun argumen ini memiliki masalah: massa 10-23 kilogram jauh berbeda dari harga Planck 10-8
kilogram, yang menurut teori gravitasi konvensional merupakan lubang
paling ringan. Batas bawah ini timbul dari prinsip ketidakpastian
mekanika quantum. Karena partikel-partikel juga berperilaku seperti
gelombang, mereka tersebar pada jarak yang berkurang seiring
meningkatnya energi—pada energi LHC adalah sekitar 10-19
meter. Jadi ini adalah kawasan terkecil yang ke dalamnya energi sebuah
partikel dapat dimasukkan. [Kawasan ini] memungkinkan tercapainya
densitas 1034 kilogram per meter kubik, yang tinggi tapi
tidak cukup tinggi untuk menciptakan lubang. Agar partikel bisa cukup
energetik dan cukup kompak untuk membentuk black hole, ia harus memiliki energi Planck, faktor 1015 melampaui energi LHC. Menariknya, akselerator akan sanggup menciptakan objek-objek yang secara matematis terkait dengan black hole. Relativistic Heavy Ion Collider di Brookhaven National Laboratory di Upton, N.Y., barangkali telah melakukannya, tapi black hole sendiri kelihatannya jauh dari jangkauan.
Membuat Lubang Itu Sulit Dilakukan
Berapa banyak yang Anda butuhkan untuk memeras sepotong materi untuk mengubahnya menjadi sebuah black hole? Semakin ringan sebuah benda, semakin Anda harus memampatkannya sebelum gravitasinya menjadi cukup kuat untuk membuat sebuah lubang. Planet dan manusia lebih jauh dari tepi dibanding bintang (grafik). Sifat gelombang materi menolak pemampatan; partikel tidak dapat diperas menjadi kawasan yang lebih kecil dari panjang gelombang khas mereka (diagram), mengindikasikan bahwa tak ada lubang yang lebih kecil dari 10-8 kilogram. Tapi jika ruang memiliki dimensi tambahan, gravitasi akan secara inheren menjadi lebih kuat pada jarak pendek dan sebuah objek tidak perlu diperas sebanyak itu, memberi harapan kepada para calon pembuat lubang bahwa mereka akan berhasil dalam masa dekat.
Berapa banyak yang Anda butuhkan untuk memeras sepotong materi untuk mengubahnya menjadi sebuah black hole? Semakin ringan sebuah benda, semakin Anda harus memampatkannya sebelum gravitasinya menjadi cukup kuat untuk membuat sebuah lubang. Planet dan manusia lebih jauh dari tepi dibanding bintang (grafik). Sifat gelombang materi menolak pemampatan; partikel tidak dapat diperas menjadi kawasan yang lebih kecil dari panjang gelombang khas mereka (diagram), mengindikasikan bahwa tak ada lubang yang lebih kecil dari 10-8 kilogram. Tapi jika ruang memiliki dimensi tambahan, gravitasi akan secara inheren menjadi lebih kuat pada jarak pendek dan sebuah objek tidak perlu diperas sebanyak itu, memberi harapan kepada para calon pembuat lubang bahwa mereka akan berhasil dalam masa dekat.
Menyentuh Dimensi Lain
Selama
dekade terakhir, fisikawan telah menyadari bahwa estimasi standar
densitas Planck mungkin terlalu tinggi. Teori string, salah satu
pesaing utama teori gravitasi quantum, memprediksikan bahwa ruang
memiliki dimensi-dimensi selain tiga dimensi yang sudah umum. Gravitasi,
tak seperti gaya lainnya, semestinya berpropagasi ke dimensi-dimensi
ini dan, akibatnya, tumbuh semakin kuat pada jarak pendek. Di tiga
dimensi, gaya gravitasi berlipat empat saat Anda mengurangi jarak antara
dua objek sebanyak separuhnya. Tapi di sembilan dimensi, gravitasi
akan 256 kali lebih kuat. Efek ini bisa sungguh penting jika
dimensi-dimensi ruang tambahan tersebut cukup besar, dan ini telah
diselidiki secara luas dalam beberapa tahun belakangan. Ada juga
konfigurasi dimensi tambahan lainnya, dikenal sebagai warped compactification,
yang mempunyai efek pembesaran gravitasi yang sama dan bahkan lebih
mungkin terjadi bila teori string sungguh benar; ini telah dipelajari
secara ekstensif dalam tahun-tahun terakhir.
Meningkatnya
pertumbuhan kekuatan gravitasi ini mengandung arti bahwa skala energi
sejati di mana hukum gravitasi dan mekanika quantum bertentangan—dan black hole
bisa dibuat—boleh jadi jauh lebih rendah dari ekpektasi tradisional.
Walaupun tidak ada bukti eksperimen yang mendukung kemungkinan ini, ide
tersebut memberi keterangan baru mengenai beragam teka-teki teoritis.
Dan jika itu benar, densitas yang diperlukan untuk menciptakan black hole bisa terjangkau oleh LHC.
Studi teoritis tentang produksi black hole dalam tubrukan high-energy
berawal dari penelitian Roger Penrose dari Universitas Oxford di
pertengahan 1970-an serta Peter D’Eath dan Philip Norbert Payne,
keduanya kala itu di Cambridge, di awal 1990-an. Kemungkinan temuan baru
dimensi tambahan yang besar menghembuskan nyawa baru ke dalam
investigasi ini dan memotivasi Tom Banks dari Universitas California,
Santa Cruz, dan Universitas Rutgers serta Willy Fischler dari
Universitas Texas di Austin untuk menulis paper tahun 1999 dengan bahasan pendahuluan mengenai produksi black hole.
Di sebuah workshop
tahun 2001, dua kelompok—salah satu dari kami (Giddings), bersama
Scott Thomson, kala itu di Universitas Stanford, dan Savas Dimopoulos
dari Stanford bersama Greg Landsberg dari Universitas Brown—secara
terpisah menggambarkan efek-efek yang bisa diamati, dan potensi
penemuan, dari produksi black hole di particle collider
seperti LHC. Setelah sedikit kalkulasi, kami keheranan. Estimasi kasar
mengindikasikan bahwa di bawah skenario paling optimis, setara dengan
harga masuk akal terendah untuk panjang Planck, black hole bisa diproduksi dengan laju satu [black hole]
per detik. Fisikawan menyebut akselerator yang memproduksi partikel
pada laju ini sebagai “pabrik”, sehingga LHC akan menjadi pabrik black hole.
Penguapan lubang-lubang ini akan meninggalkan jejak yang amat istimewa pada detektor. Tubrukan khas menghasilkan partikel high-energy dalam jumlah sedang, tapi black hole
yang membusuk berbeda. Menurut penelitian Hawking, ia meradiasikan
sejumlah besar partikel ke semua arah dengan energi sangat tinggi.
Produk pembusukan itu meliputi semua partikel yang dijumpai di alam.
Sejak saat itu, beberapa kelompok riset telah melakukan investigasi yang
semakin detail mengenai tanda-tanda luar biasa yang akan dihasilkan black hole dalam detektor di LHC.
Black hole
dengan beragam ukuran dapat menyelidiki dimensi tambahan yang tidak
dapat diakses oleh kita. Karena gravitasi, tak seperti gaya-gaya
lainnya, membentang sampai ke dimensi-dimensi tersebut, demikian pula
halnya dengan black hole. Fisikawan dapat mengubah-ubah
ukurannya dengan menyetel akselerator partikel ke energi berbeda-beda.
Jika sebuah lubang menginterseksi sebuah alam semesta paralel, ia akan
membusuk lebih cepat dan terlihat melepaskan lebih sedikit energi
(karena beberapa energinya diserap oleh alam semesta lain tersebut).
Apakah Akan Hujan Black Hole?
Prospek produksi black hole di Bumi mungkin menurut beberapa orang merupakan ketololan. Bagaimana kita tahu bahwa black hole
akan membusuk secara aman, sebagaimana prediksi Hawking, dan tidak
terus-menerus tumbuh, dan akhirnya memakan seluruh planet ini? Sekilas,
ini seperti urusan yang serius, terutama berdasarkan kemungkinan bahwa
beberapa detail argumen awal Hawking bisa keliru—khususnya klaim bahwa
informasi hancur dalam black hole.
Tapi pemikiran umum quantum mengimplikasikan bahwa black hole
mikroskopis tidak mungkin stabil dan oleh karenanya aman. Konsentrasi
energi massa, seperti partikel-partikel unsur, hanya stabil jika hukum
kekekalan melarang pembusukan mereka; contohnya mencakup kekekalan
muatan listrik dan kekekalan jumlah baryon (yang, kalau tidak dilanggar,
menjamin stabilitas proton). Tidak ada hukum kekekalan demikian untuk
menstabilkan sebuah black hole kecil. Dalam teori quantum, sesuatu yang tidak diungkapkan terlarang maka artinya wajib, sehingga black hole kecil akan cepat membusuk, sesuai dengan hukum termodinamika kedua.
Sesungguhnya, tubrukan high-energy
seperti yang ada di LHC telah terjadi—contohnya, di alam semesta awal
dan bahkan sekarang, ketika sinar energi kosmik cukup tinggi menghantam
atmosfer kita. Maka jika tubrukan pada ukuran energi LHC bisa
menghasilkan black hole, alam telah dan sedang memproduksinya
persis di atas kepala kita tanpa menimbulkan bahaya. Estimasi awal oleh
Gidding dan Thomas mengindikasikan bahwa sinar kosmik berenergi
tertinggi—proton atau nukleus atom berat dengan energi hingga 109 TeV—bisa menghasilkan 100 black hole di atmosfer setahun.
Di
samping itu, mereka—bersama dengan David Dorfan dari U.C. Santa Cruz
dan Tom Rizzo dari Stanford Linear Accelerator Center dan, secara
terpisah, Jonathan L. Feng dari Universitas California, Irvine, dan
Alfred D. Shapere dari Universitas Kentucky—telah menemukan bahwa
tubrukan neutrino-neutrino kosmik mungkin bahkan lebih produktif lagi.
Jika demikian, observatorium sinar kosmik Auger baru di Argentina, yang
kini sedang mengambil data, dan observatorium Fly’s Eye di Utah yang
telah diupgrade mungkin mampu melihat beberapa lubang dalam setahun.
Namun, observasi ini tidak meniadakan kebutuhan akan eksperimen
akselerator, yang bisa menghasilkan lubang secara lebih handal, dalam
jumlah lebih besar, dan di bawah kondisi yang lebih terkendali.
Produksi black hole
akan membuka tapal batas fisika yang sama sekali baru. Kehadiran
mereka akan menjadi bukti memaksa tentang dimensi ruang yang sebelumnya
tersembunyi, dan dengan mengobservasi atribut mereka, fisikawan dapat
mulai mengeksplorasi fitur geografis dimensi-dimensi tersebut. Contoh,
saat akselerator memproduksi black hole dengan massa yang
terus meningkat, lubang-lubang itu akan menusuk lebih dalam ke
dimensi-dimensi tambahan dan ukurannya bisa diperbandingkan dengan
salah satu dari mereka, menghasilkan perubahan istimewa dalam hal
ketergantungan temperatur sebuah black hole terhadap massa. Demikian pula, jika black hole
tumbuh cukup besar hingga menginterseksi alam semesta paralel
3-dimensi di dimensi-dimensi tambahan tersebut, atribut pembusukannya
akan mendadak berubah.
Produksi black hole
dalam akselerator juga melambangkan akhir salah satu pencarian
bersejarah manusia: memahami materi pada skala lebih halus. Selama
seabad terakhir, fisikawan telah menekan tapal batas [objek] kecil—dari
bintik debu sampai atom sampai proton dan neutron dan sampai quark.
Jika mereka bisa menciptakan black hole, mereka akan
menjangkau skala Planck, yang diyakini merupakan panjang terpendek,
jarak pembatas yang di bawahnya gagasan ruang dan panjang mungkin
berhenti eksis. Setiap upaya untuk menyelidiki kemungkinan eksistensi
jarak yang lebih pendek, dengan melakukan tubrukan energi yang lebih
tinggi, tak terelakkan lagi akan berujung pada produksi black hole. Tubrukan energi lebih tinggi, dibanding memecah materi menjadi kepingan-kepingan yang lebih halus, akan cukup memproduksi black hole yang lebih besar. Dengan cara ini, penampakan black hole
akan menandai tertutupnya tapal batas sains. Di tempatnya, akan ada
tapal batas baru, yakni eksplorasi geografi dimensi ruang tambahan.
Untuk Digali Lebih Jauh
Black Holes and Time Warps: Einstein’s Outrageous Legacy. Kip S. Thorne. W. W. Norton, 1995.High Energy Colliders as Black Hole Factories: The End of Short Distance Physics. Steven B. Giddings dan Scott Thomas dalam Physical Review D, Vol. 65, Paper No. 056010; 2002. www.arxiv.org/abs/hep-ph/0106219.
Black Holes at the LHC. Savas Dimopoulos dan Greg Landsberg dalam Physical Review Letters, Vol. 87, Paper No. 161602; 2001. www.arxiv.org/abs/hep-ph/0106295.
Black Holes from Cosmic Rays: Probes of Extra Dimensions and New Limits on TeV-Scale
Gravity. Luis A. Anchordoqui, Jonathan L. Feng, Haim Goldberg, dan Alfred D. Shapere dalam Physical Review D, Vol. 65, Paper No. 124027; 2002. www.arxiv.org/abs/hep-ph/0112247.
Black Holes at Accelerators. Steven B. Giddings dalam The Future of Theoretical Physics and Cosmology. Disunting oleh G. W. Gibbons, E.P.S. Shellard, dan S. J. Rankin. Cambridge University Press, 2003. www.arxiv.org/abs/hep-th/0205027.
Primordial Black Holes. Bernard Carr. Ibid. Paper serupa tersedia di www.arxiv.org/abs/astro-ph/0310838.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar