Astronom mengamati benda langit menggunakan teleskop, mengikuti jejak
Galileo pada 1609. Tiga abad kemudian, Einstein memprediksi bahwa di
alam semesta terdapat lensa gravitasi di sekitar obyek yang bermassa
sangat besar. Lensa gravitasi seolah menjadi "jendela" untuk mengintip
alam semesta lebih jauh di masa lampau.
Meski teleskop sederhana, Galileo menemukan berbagai obyek di Tata
Surya. Yaitu beberapa planet dan bulan-bulan yang mengitari planet. Kini
teleskop buatan manusia semakin canggih. Kemampuannya jauh berlipat
dibanding teleskop Galileo.
Tidak hanya dibangun di permukaan Bumi, teleskop juga diorbitkan di
antariksa untuk menghindari gangguan atmosfer. Selain jangkauan
pengamatan yang semakin jauh, teleskop masa kini juga mampu bekerja
seperti robot dengan sedikit bantuan manusia. Teleskop dilengkapi dengan
sistem komputer yang bisa diprogram untuk melakukan pengamatan secara
sistematis dan akurat. Bahkan mampu mendeteksi obyek yang dicari secara
otomatis.
Beberapa teleskop dirancang khusus untuk mengamati alam semesta pada
panjang gelombang tertentu dari angkasa. Misalnya teleskop Hubble
(optik), Chandra (sinar X), Spitzer (infra merah), dan lainnya. Dengan
memanfaatkan efek lensa gravitasi, kemampuan teleskop semakin bertambah.
Teleskop modern bagaikan "mesin waktu" yang memungkinkan manusia
bertamasya melihat alam semesta miliaran tahun silam.
Lensa gravitasi
Ide brilian yang dituangkan Albert Einstein dalam teori relativitas umum (Theory of General Relativity)
pada 1915 memberikan kontribusi berharga bagi kemajuan fisika modern.
Teori ini memprediksi berbagai fenomena (efek) yang diakibatkan oleh
adanya medan gravitasi di sekitar suatu massa (benda).
Menurut teori Einstein, cahaya dibelokkan di sekitar medan gravitasi
yang dibangkitkan obyek bermassa besar. Efek pembelokan cahaya ini
pertama kali dikonfirmasi oleh Arthur Eddington tahun 1919 melalui
observasi gerhana matahari total. Adanya pembelokan cahaya membuktikan
bahwa medan gravitasi bisa berperilaku seperti lensa optik.
Efek lensa gravitasi (gravitational lensing)
terjadi ketika cahaya dari suatu obyek sangat terang dan jauh dari Bumi
dibelokkan oleh medan gravitasi obyek bermassa besar (berfungsi sebagai
lensa gravitasi) yang berada di depannya. Dengan kata lain, Bumi, lensa
gravitasi, dan obyek jauh membentuk suatu garis lurus.
Dalam penelitiannya, Einstein mengambil kasus obyek bermassa besar itu
adalah sebuah bintang tunggal. Ia akhirnya membuat kesimpulan, fenomena
lensa gravitasi tidak akan pernah teramati sampai kapan pun. Karena
ukuran lensa gravitasi sebuah bintang tunggal terlalu kecil untuk
diamati dengan teleskop.
Keinginan para astronom untuk mengamati fenomena lensa gravitasi tumbuh
kembali setelah tahun 1937. Tepatnya, setelah Fritz Zwicky (astronom
Swiss yang bekerja di Amerika Serikat) menyimpulkan bahwa galaksi
bermassa besar juga mampu berperilaku sebagai sebuah lensa gravitasi.
Galaksi terdiri atas miliaran bintang. Pada umumnya sebagian besar
massa terpusat pada inti galaksi. Massa yang besar adalah kunci
terbentuknya lensa gravitasi. Semakin besar massa suatu obyek, semakin
kuat medan gravitasi di sekitarnya. Dengan demikian, pusat galaksi bisa
menjadi sebuah lensa gravitasi. Dan karena ukurannya jauh lebih besar
daripada bintang tunggal, maka fenomena lensa gravitasi dari sebuah
galaksi bermassa besar sangat mungkin dideteksi melalui teleskop.
Pencarian bukti fenomena lensa gravitasi ternyata tidak menuai hasil
meski telah dilakukan upaya selama empat dekade lebih. Fenomena ini baru
dideteksi pertama kali tahun 1979 secara tidak sengaja oleh Denis
Walsh, Bob Carswell, dan Ray Weymann. Mereka menggunakan teleskop
berdiameter 2,1 meter di Observatorium Nasional Kitt Peak untuk
melakukan pengamatan dan menemukan 2 obyek aneh yang sangat terang. Dua
obyek itu dikenal sebagai quasi-stellar radio source (quasar).
Quasar merupakan sumber radio sangat kuat (energinya puluhan kali
galaksi normal) dan terletak sangat jauh. Penampakannya menyerupai
bintang sangat terang. Semula ketiga astronom itu tidak menyangka bahwa
obyek yang mereka amati itu akibat efek lensa gravitasi. Mereka
menyebutnya sebagai Quasar Kembar (Twin Quasar).
Analisis lebih mendalam menyimpulkan, obyek Twin Quasar
itu berasal dari sumber yang sama (quasar tunggal). Tampak menjadi dua
karena efek lensa gravitasi seperti prediksi teori relativitas umum
Einstein.
Pengamatan Hubble
Dengan lahirnya berbagai teleskop canggih seperti teleskop angkasa
Hubble dan beberapa teleskop besar di permukaan Bumi, semakin banyak
bukti-bukti fenomena lensa gravitasi berhasil dikumpulkan. Bahkan,
dengan memanfaatkan efek lensa gravitasi, teleskop modern mampu
mengamati obyek-obyek lebih jauh dan sangat lemah cahayanya.
Penampakan obyek jauh melalui lensa gravitasi berbeda-beda. Hal ini
bergantung pada posisi obyek yang berfungsi sebagai lensa gravitasi,
apakah tepat segaris dengan Bumi, dan apakah obyek jauh atau tidak.
Umumnya, obyek jauh yang teramati mengalami distorsi (berubah bentuk dan
menjadi lebih besar dari aslinya) dan posisi obyek bergeser dari posisi
sesungguhnya. Juga, ada kemungkinan satu obyek tampak menjadi lebih
dari satu obyek seperti pada kasus Twin Quasar.
Hal khusus terjadi manakala Bumi, galaksi, dan obyek jauh berada tepat
satu garis lurus. Dalam kondisi seperti ini, cahaya dari obyek jauh
memunculkan efek cincin di sekitar obyek yang berfungsi sebagai lensa
gravitasi. Fenomena ini dinamakan cincin Einstein. Pada kasus lain,
sebuah quasar tampak menjadi empat bintik terang di sekitar pusat
galaksi. Ini dinamakan Einstein Cross.
Ada tiga jenis fenomena lensa gravitasi yang diamati di alam, yaitu
lensa kuat, lensa lemah, dan lensa mikro. Pada lensa gravitasi kuat,
teramati adanya cincin Einstein, suatu busur cahaya, dan jumlah obyek
bertambah. Hingga saat ini lensa gravitasi kuat yang telah ditemukan
kurang dari 100 buah. Diperkirakan, jumlah ini akan meningkat di masa
depan.
Dari pengamatan teleskop Hubble, diperoleh bukti baru bahwa bukan hanya
galaksi bermassa besar yang bisa berfungsi sebagai lensa gravitasi.
Suatu kumpulan galaksi dalam jumlah besar, disebut kluster galaksi, juga
berfungsi sebagai lensa gravitasi. Bahkan lebih efisien dibandingkan
lensa gravitasi sebuah galaksi.
Salah satu contoh adalah kluster galaksi Abell 1689 yang berada pada
jarak 2,2 miliar tahun cahaya dari Bumi. Kluster galaksi ini membentuk
sebuah lensa gravitasi berdiameter 2 juta tahun cahaya. Ini bagaikan
jendela raksasa di ruang angkasa, yang membuat galaksi-galaksi redup di
belakangnya tampak lebih terang, lebih besar, dan jumlahnya lebih banyak
dari sebenarnya. Tanpa bantuan efek lensa gravitasi, galaksi-galaksi
redup yang berjarak 13 miliar tahun cahaya itu tidak akan terlihat.
Efek lensa gravitasi diyakini para ahli mempunyai berbagai aplikasi
dalam memahami evolusi dan struktur alam semesta. Dan keberhasilan
mengungkap berbagai fenomena lensa gravitasi selama ini semakin
mengkokohkan Einstein sebagai ilmuwan besar abad ke-20.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar