Perubahan iklim di Kopen-hagen Norwegia minggu ini yang membicarakan
tentang perubahan iklim dunia akibat pemanasan global dihadiri oleh
para pemimpin dunia, termasuk Presiden AS Barack Obama dan SBY dari
Indonesia. Kehadiran Obama sangat mengejutkan panitia konferensi karena
presiden Amerika sebelumnya tidak pernah mau hadir. Akibat pemanasan,
di masa mendatang bongkahan es akan meninggalkan Samudra Arktik dan es
di Kutub Utara akan habis mencair. Hal ini diperhitungkan akan terjadi
dalam musim panas 20 tahun mendatang.
Dampak nyata yang terjadi adalah permukaan air laut akan naik, dan
hal ini sangat membahayakan biota laut serta satwa liar yang hidup di
sana, seperti anjing laut, beruang kutub, burung penguin, dan lain-lain.
Seorang profesor ahli fisika laut terkemuka Inggris Peter Wadhams,
Selasa (15/12), di Universitas Cambridge mengatakan, sebagian besar
pencairan akan terjadi dalam satu dekade ke depan meskipun es musim
dingin masih akan tetap ada.
Menurut Petter Griffiths, penulis majalah Sains dan Ilmiah
Internasional, perubahan ini akan berarti bahwa bumi ditandai dengan
tampilnya warna biru mendominasi warna putih ketika dipotret dari ruang
angkasa. Setelah perubahan fisik bumi tersebut, kapal akan memiliki
rute laut baru dari utara Rusia. Para ilmuwan lain mengatakan,
pencairan es Kutub Utara adalah salah satu bukti yang jelas tentang
adan.va pemanasan global. Oleh karena itu sebelum semuanya terjadi,
para pakar dan para pemimpin dunia bertemu di Kopenhagen untuk
merundingkan perjanjian baru tentang pengelolaan iklim.
“Data yang mendukung pandangan konsensus baru didasarkan pada variasi musiman dan ketebalan lapisan es.
perubahan suhu, angin, serta komposisi timbunan es. Diperkirakan Kutub
Utara akan bebas es dalam 20 musim panas mendatang. Sepuluh tahun
berikutnya, sebagian besar permukaan laut bumi akan naik drastis,” kata
Wadhams.
Wadhams, salah seorang ahli fisika laut terkemuka dunia
mengungkapkan, es penutup laut di wilayah Kutub Utara sebenarnya sudah
mulai menipis dibandingkan dengan pengukuran ketebalan es yang diambil
oleh kapal selam Angkatan Laut Britama Raya tahun 2007.
Hadow dan Catlin Donovan beserta timnya di Arktik, telah melakukan
survei dengan mengebor 1.500 lubang untuk mengumpulkan sampel. Mereka
berjalan sepanjang 280 mil melintasi laut Arktik yang dingin membeku. Di
daerah ini, rata-rata ketebalan es-floes hanya 1,8 meter. Kedalaman es
ini dianggap terlalu tipis untuk bertahan hingga ahir musim panas.
Laut Kutub Utara memainkan peran penting dalam iklim dunia. Bila es
di Kutub Utara meleleh pada musim panas, ia berwarna lebih gelap dari
air laut karena menyerap sinar matahari dan itu mempercepat efek
pemanasan global.
Dr. Martin Sommerkorn dari badan amal lingkungan program Arktik WWF
yang bekerja di sebuah lembaga survei mengatakan, hilangnya es bisa
memengaruhi seluruh dunia. “Es Laut Arktik memegang posisi sentral dalam
sistem iklim bumi. Hal ini bisa mengakibatkan banjir di mana-mana,
serta akan memengaruhi seperempat dari penduduk dunia. Pada hakikatnya,
bila hal ini terjadi, akan ada peningkatan emisi gas rumah kaca yang
cukup besar, sehingga secara ekstrem akan terjadi perubahan cuaca
global,” ucapnya.
Permukaan es menyusut
Sisa air laut beku di wilayah Kutub Utara pada 12 September 2009, hanya es tertutup 1.97 juta mil persegi (5,1 juta km persegi). National Snow and Ice Data Center melaporkan, keadaan
itu turun 20 persen di bawah rata-rata minimum selama 30 tahun di Laut
Arktik.
Terjadinya musim panas yang minim ini merupakan kerugian besar bagi
penduduk dunia. Sekitar dua per tiga dari es laut, yang diukur pada
puncak musim dingin Kutub Utara masih terlihat hingga Maret Sebagai
perbandingan, rak es di Kutub Utara setengahnya berkurang setiap musim
panas selama 1980-an dan 1990-an. Seorang ilmuwan es bernama Wait Meier
mengungkapkan, rekor titik terendah dicapai pada bulan September 2007
dan 2009. Akan tetapi, para ilmuwan lain mengatakan mereka melihat ada
sedikit gejala fluktuasi yang diyakini dalam musim panas ini akan
terjadi pemulihan kendati besarannya minim sekali.
Menurut Gerrad Wiyns, perbedaan ini disebabkan terjadinya suhu yang
relatif lebih dingin di musim panas ini dibandingkan dengan dua tahun
sebelumnya. Para ilmuwan mengatakan, angin yang bertiup kencang juga
cenderung membubarkan kantong es di atas wilayah yang lebih besar.
“Jangka panjang di musim panas diperkirakan akan terus berlanjut di
tahun-tahun mendatang,” kata laporan itu. Temuan pemerintah AS itu
sejalan dengan, pengukuran yang dilaporkan secara terpisah oleh Nansen
Environ-mentat and Remote Sensing Center di Norwegia, yang melaporkan musim
panas ini minimum lapisan es hanya menutupi di bawah 5 juta kni persegi
(1.93 juta mil persegi).
Para ilmuwan menganggap Kutub Utara dan lautan es merupakan barometer
pemanasan global yang sensitif. Pasalnya, setiap perubahan suhu
sekecil apa pun ternyata membuat perbedaan besar. “Jika Anda pergi dari
mulai derajat di bawah titik beku sampai dua derajat di atas titik
beku, itu sama sekali berbeda di daerah kutub,” kata Meier. “Kau akan
bisa bermain ice skating untuk kemudian berenang sedangkan jika Anda
berada di pantai tropis, dan itu ! tiga derajat lebih hangat,”
tuturnya.
Untuk menghadapi semua ini, para pemimpin dunia di daerah subtropis
akan bertemu di Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York untuk
mendiskusikan perjanjian iklim yang dijadwalkan akan disepakati pada
bulan Desember. Penyusutan kutub es diperkirakan akan menimbulkan sebuah
bencana besar, yaitu hilangnya habitat penting bagi beruang kutub dan
binatang kutub lainnya. Hal ini memunyai implikasi nyata untuk
komunikasi maritim, dan membuka rute-rute baru untuk navigasi.
Dalam Channel Parry tidak bisa dilalui. Para ilmuwan telah bersepakat
dan prihatin dengan terjadinya penurunan es kutub. Ukuran topi es
Kutub Utara yang berfungsi sebagai pendingin udara raksasa jagad raya
dalam sistem iklim planet mengkhawatirkan.
Sementara itu, Steve Gol-man mengungkapkan, pencairan terbesar ini
dampaknya akan menyerap lebih banyak sinar matahari dan menambah efek
pemanasan global. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kadar radiasi
matahari yang menjebak panas dan di-pancarkan gas rumah kaca ke atmosfer
oleh aktivitas manusia. Para ilmuwan juga telah mengukur suatu
penipisan laut yang membeku. Pada hakikatnya, bila es lebih tebal maka
akan lebih tahan terhadap suhu pemanasan global. Namun semuanya itu kini
hanya tinggal kenangan dan tinggal harapan.
Secara alamiah segalanya akan berjalan sesuai dengan hukum alam.
Kerusakan semua ini adalah akibat ulah tangan manusia juga. Kita tinggal
me-. nunggu apa yang akan kita lihat hari esok. Perubahan iklim ini
akan lebih cepat dan terjadi di laut utara. Sementara es di Kutub
Selatan tetap membeku dan memunyai peranan besar dalam pendinginan hanya
di bagian planet sebelah selatan saja.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar