Jakarta – Badai matahari yang terjadi Senin (24/1) pukul 10.59 WIB, merupakan tergolong cukup kuat berupa ledakan flare berskala M8-9. Flare yang cukup kuat ini yang pertama kali terjadi sejak Mei 2005.
Flare ini juga diikuti oleh CME (Coronal Mass Ejection), lontaran massa dari korona matahari, terutama proton dengan kecepatan tinggi 1400 km/detik.
“Jadi lontarannya kira-kira menjangkau jarak sepanjang Pulau Jawa hanya
dalam waktu satu detik,” jelas profesor astronomi Lembaga Penerbangan
dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin dalam blognya.
Mengenai dampak terjadinya di Indonesia masih dikaji dengan data yang
dimiliki oleh stasiun-stasiun pengamat LAPAN. Namun demikian belum ada
laporan yang terjadi akibat lontaran badai matahari tersebut.
Menurut Thomas, Flare berasal dari daerah aktif NOAA 1402 berupa bintik matahari besar di kanan atas piringan matahari dan tampak sebagai letupan terang. Adapun kelas M kelas menengah namun dampaknya cukup kuat mengarah ke bumi. “Kelas M sebenarnya tergolong kelas menengah, tetapi karena mendekati kelas ekstrem (kelas X), maka dampaknya akan cukup kuat kalau mengarah ke bumi,” tambah Thomas. Dijelaskan Thomas, Flare berskala M8-9 namun ada yang menyebut M8,3 , M8,7, atau M9, tidak masalah tapi bisa dilihat dari grafik kekuatan sinar-X. Adapun pancaran sinar-X yang terekam pada satelit GOES menunjukkan peningkatan tajam sampai kelas M8-9. CME sudah terdeteksi wahana pemantau matahari SOHO pada posisi antara bumi-matahari berjarak 1.500.000 km dari bumi atau sekitar 4 kali jarak bumi-bulan. Mengenai partikel bermuatan dari matahari itu tampak seperti hujan salju, yang berarti mengarah ke arah bumi. Paratikel energetik itu mencapai bumi sekitar Selasa (24/1) yang berdampak menggangu operasional satelit, seperti satelit komunikasi. Kemungkinan terjadinya gangguan lainnya terhadap penggunaan telepon selular, siaran TV, komunikasi data perbankan, dan pengguna lainnya. Dampak lainnya adalah gangguan pada ionosfer yang akan mengganggu komunikasi radio HF/gelombang pendek yang biasa digunakan oleh komunikasi jarak jauh, termasuk oleh siaran radio luar negeri seperti BBC, VOA, atau ABC. “Navigasi berbasis satelit seperti GPS juga kemungkinan terganggu akurasinya, jadi jangan terlalu percaya pada posisi yang ditunjukkan GPS (frekuensi tunggal) kalau diduga ionosfer terganggu oleh badai matahari,” ujar Thomas.
Sumber : Erabaru News
|
Selamat Berkunjung
Selamat Berkunjung !
Diharap komentarnya agar lebih bermanfaat, menambah wawasan dan hikmah
Diharap komentarnya agar lebih bermanfaat, menambah wawasan dan hikmah
Jumat, 27 Januari 2012
Badai Matahari Terkuat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar