Selamat Berkunjung

Selamat Berkunjung !
Diharap komentarnya agar lebih bermanfaat, menambah wawasan dan hikmah

Rabu, 15 Februari 2012

Abu Bakr As-Sidiq dalam Perkembangan Dakwah Islam

 
Abu Bakr Ash-Shidiq lahir sekitar dua tahun setelah peristiwa penyerangan Ka’bah oleh tentara gajah yang dipimpin Abrahah penguasa Yaman. Nama kecil Abu Bakr adalah Abdul Ka’bah karena orang tuanya menginginkan dia menjadi pengabdi Ka’bah, kemudian ketika masuk Islam Rasulullah mengganti namanya menjadi Abdullah. Dalam keluarga Abu Bakr adalah satu-satunya anak laki-laki dari pasangan Abu Quhafah bin Amir dan Salma bint Sakhr.
Dari pihak ayah silsilah Abu Bakr berasal dari bani Taim yang termasuk kabilah terhormat di masyarakat Mekkah. Bani Taim memiliki tugas khusus sebagai penanggung jawab tebusan darah dan segala macam ganti rugi di kota Mekkah. Sebagai anak laki-laki dari keturunan bani Taim, Abu Bakr memiliki kedudukan yang tinggi dalam hirarki masyarakat Mekkah.
Masa muda Abu Bakr dipergunakan untuk berdagang sehingga dalam usia muda dia sudah menjadi seorang kaya di Mekkah. Abu Bakr menikah dengan Qutailah bin Abd al-Uzza yang memberi dia dua orang anak; Abdullah dan Asma, kemudian dia menikah lagi dengan Umm Rauman bint Amir. Dari pernikahan kedua terlahir Aisyah yang kelak menjadi istri Rasulullah saw.
Persahabatan Abu Bakr dan Rasulullah terjadi setelah pernikahan beliau dengan Sayyidah Khadijah. Rumah besar Abu Bakr bersebelahan dengan rumah besar Khadijah. Usia yang sebaya dan profesi sama membuat dua orang muda Abu Bakr dan Muhammad menjadi teman akrab. Maka ketika Rasulullah menceritakan tentang wahyu yang diterima dari Allah di goa Hira, Abu Bakr tanpa keraguan percaya seratus persen dan langsung menyatakan masuk Islam. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda;
“Tak seorang pun yang pernah aku ajak memeluk Islam yang tidak tersendat-sendat dengan begitu berhati-hati dan ragu, kecuali Abu Bakr bin Abi Quhafah. Ia tidak menunggu-nunggu dan tidak ragu ketika aku sampaikan kepadanya.”
Peran Abu Bakr dalam Dakwah Islam
Sebagai laki-laki pertama yang menerima Islam, Abu Bakr mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam dakwah Islam. Keyakinannya terhadap Rasulullah dan Islam membuat dia dengan diam-diam menyiarkan kabar gembira tersebut kepada teman-temannya. Ajakan Abu Bakr untuk memeluk Islam diterima oleh Utsman bin Affan, Zubair bin Awwan, Abdurrahman bin Auf, Talhah bin Ubaidillah dan Sa’ad bin Abi Waqos. Mereka adalah orang-orang pertama masuk Islam yang diberi gelar ‘Assabikunal Awwalun’ dan telah dijanjikan sorga oleh Allah swt.
Kedudukan Abu Bakr sebagai pemimpin kabilahnya membuat beliau dihormati oleh kafir Quraish. Pada peristiwa penyiksaan yang dilakukan kafir Quraish terhadap muslimin terutama yang berasal dari golongan hamba sahaya, Abu Bakr tampil di depan sebagai pembebas. Billal bin Rabbah seorang budak dari Abbesinia yang sering disiksa oleh majikannya, ditebus oleh Abu Bakr kemudian dibebaskan. Demikian juga dengan Amir bin Fuhairah yang dibebaskan dari cengkraman majikannya, kemudian diberi pekerjaan sebagai pengembala kambing Abu Bakr.
Pada peristiwa Isra-Mi’raj, Abu Bakr menjadi orang yang langsung percaya tanpa banyak bertanya. Beliau mempercayai segala yang diceritakan oleh Rasulullah saw, oleh karena itu mendapat gelar Ash-Shidiq. Loyalitas Abu Bakr kepada Rasul berlanjut dalam peristiwa hijrah. Beliau menemani Rasulullah menempuh perjalanan panjang yang melelahkan sekaligus menyeramkan dari Mekkah ke Madinah, karena di sepanjang perjalanan mereka dikejar-kejar oleh pemuda Mekkah yang bermaksud membunuh Rasulullah.
Setelah hijrah ke Mekkah, Abu Bakr memperlihatkan totalitasnya sebagai sahabat karib Rasulullah yang menemani beliau dalam segala keadaan. Perang Badr Kubra merupakan peperangan pertama yang diikuti oleh Abu Bakr. Dalam perang yang dimenangkan oleh pihak Islam tersebut, Abu Bakr setia mendampingi Rasulullah dari mulai sampai selesai perang. Selanjutnya Abu Bakr tidak pernah absen menyertai Rasulullah dalam Ghazwah hingga wafatnya beliau.
Terpilih Menjadi Khalifah Pertama
Wafatnya Rasulullah saw pada tahun ke-11 Hijriah bukan hanya menyebarkan kesediahan di hati umat Islam, juga membuat umat yang belum lama bersatu hampir terpecah belah. Dengan wafatnya Rasulullah berarti umat Islam telah kehilangan seorang pemimpin, oleh karena itu harus segera memilih pemimpi untuk menggantikan posisi beliau. Berdasarkan semangat mencari pemimpin baru, kaum Ansar berkumpul di saqifah Bani Sa’idah di hari wafatnya Rasulullah.
Perkumpulan Ansar di saqifah bani Sa’idah diketahui oleh pemuka Muhajirin. Abu Bakr, Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarrah menjadi utusan Muhajirin untuk mencegah Ansar memilih pemimpih sepihak yang pada akhirnya nanti akan merugikan semua umat Islam. Ketika utusan Muhajirin sampai di saqifah, Ansar telah sepakat memilih Sa’ad bin Ubadah sebagai pemimpin umat Islam setelah wafat Rasulullah. Ansar menyambut kedatangan utusan Muhajirin tersebut dengan ejekan dan cemoohan. Mereka merasa bahwa pihak Ansar adalah yang paling berhak atas kepemimpinan setelah wafatnya Rasulullah.
Ansar dengan kebulatan tekad merasa lebih baik dari Muhajirin dengan berbagai alasan. Mereka merasa sebagai tuan rumah yang mewarisi tanah Madinah, Muhajirin hanya kelompok orang yang mencari suaka, Ansar telah menyelamatkan Muhajirin dari pembantaian yang akan dilakukan pihak Quraish, Ansar memberikan tempat tinggal, modal usaha bahkan istri kepada Muhajirin yang datang tanpa membawa bekal. Mendengar perkataan Ansar, Umar bin Khattab yang terkenal bertemperamen keras bergegas akan menyerang balik mereka, namun dicegah oleh Abu Bakr. Abu Bakr melihat bahwa jika kekerasan dibalas dengan kekerasan maka yang terjadi adalah peperangan.
Abu Bakr dengan perlahan namun pasti berbicara di hadapan kaum Ansar. Setelah menghaturkan fuji syukur kepada Allah dan shalawat kepada Rasulullah, Abu Bakr menyatakan kelebihan Ansar dan juga kelebihan Muhajirin. Kelebihan kedua pihak tersebut telah terbukti dengan berbagai kemenangan yang diraih dalam banyak pertempuran dan juga kemulyaan yang didapatkan. Setelah berpidato, terlebih lagi setelah Abu Ubaidah bin Jarrah berbicara tentang pentingnya persatuan dan Basyir bin Sa’d berbicara tentang keutamaan Muhajirin, Abu Bakr segerang mengangkat tangan Umar dan Abu Ubaidah sambil berkata kepada hadirin, “Ini Umar dan ini Abu Ubaidah, berilah ikrar tuan-tuan kepada yang mana saja yang tuan-tuan sukai”.
Mendengar perkataan Abu Bakr yang mencalonkan dirinya menjadi Khalifah, Umar dengan suara lantang langsung meminta Abu Bakr membentangkan tangan. Kemudian Umar berkata, “Abu Bakr, bukankah nabi menyuruhmu memimpin muslimin shalat? Engkaulah penggantinya (khalifahnya). Kami akan mengikrarkan orang yang paling disukai oleh Rasulullah diantara kita semua ini.”
Setelah Umar bin Khattab menyatakan ikrar setia kepada Abu Bakr yang dipilih menjadi pemimpin pengganti Rasulullah, Abu Ubaidah, Bashir bin Sa’d diikuti oleh sebagian besar peserta perkumpulan di saqifah Bani Sa’idah mendatangi Abu Bakr untuk mengucap ikrar setia. Sedangkan Sa’ad bin Ubadah memilih untuk langsung pulang ke rumah dan sampai Abu Bakr meninggal dunia dia tetap pada pendiriannya tidak mau mengakui kepemimpinan Abu Bakr.
Pelantikan Abu Bakr sebagai khalifah pertama dilaksanakan setelah selesai penguburan jenazah Rasulullah saw. Semua muslimin Ansar dan Muhajirin termasuk ahlul bait menyatakan sumpah setia kepada Abu Bakr. Dalam kesempatan tersebut Khalifah Abu Bakr menyampaikan pidato pertama sebagai pemimpin tertinggi umat Islam.
“Saya sudah terpilih memimpin kamu sekalian, dan saya bukanlah orang yang terbaik diantara kamu sekalian. Kalau saya berlaku baik, maka bantulah saya. Kebenaran adalah suatu kepercayaan dan dusta adalah pengkhianatan….”
Tugas Berat Khalifah Pertama
Pelantikan Abu Bakr sebagai khalifah Islam pengganti Rasulullah ternyata tidak bisa serta-merta menghapus segala kekacauan yang terjadi setelah wafatnya nabi. Kabilah-kabilah Arab di luar Madinah menentang dengan nyata keberadaan Khalifah Islam yang berkuasa atas seluruh daerah yang takluk semasa hidup Rasulullah saw. Bahkan penduduk Mekkah dan Thaif yang menjadi basis Islam ke dua setelah Madinah mengalami kegoncangan. Jika saja mereka tidak dicegah oleh wakil-wakil Rasulullah untuk daerah tersebut, niscaya mereka sudah menjadi murtad.
Kabilah Arab yang dengan jelas menentang kepemimpinan Abu Bakr adalah kabilah Abs, Dubyan, Kinanah, Gatafan dan Fazarah. Salah satu bentuk penentangan mereka terhadap khalifah adalah keengganan mereka membayar zakat. Kabilah-kabilah pembangkang tersebut berasumsi bahwa mereka masuk Islam karena Rasulullah dan membayar zakat hanya salama beliau hidup. Setelah Rasulullah wafat mereka merasa tidak perlu membayar zakat karena penguasa Madinah setelah Rasul kedudukannya sama seperti mereka.
Pembangkangan kabilah Arab yang enggan membayar zakat bukan satu-satunya masalah yang dihadapi oleh khalifah Abu Bakr. Di beberapa kabilah bermunculan orang-orang yang mengaku sebagai nabi. Nabi-nabi palsu tersebut menyatakan telah menwrima wahyu dari Allah sebagimana Rasulullah dulu menerimanya. Diantara mereka adalah; Tulaihah dari Bani Asad, Musailamah dari Bani Hanifah dan Aswad Al-Ansi dari Yaman.
Khalifah Abu Bakr tidak memiliki pilihan lain untuk mengatasi segala macam pemberontakan yang dilakukan oleh Kabilah-kabilah Arab tersebut selain meyatakan perang. Perang terhadap para pembangkang di masa khalifan Abu Bakr Ash-Shidiq dalam sejarah Islam disebut sebagai perang riddah yang berarti perang terhadap kemurtadan. Orang Islam yang tidak mau membayar zakat adalah murtad karena zakat tidak hanya wajib dikeluarkan pada masa kehidupan Rasulullah saw akan tetapi mengeluarkan zakat wajib hukumnya bagi semua orang Islam sepanjang hayatnya. Para pengaku nabi sudah jelas-jelas kemurtadannya, mereka adalah syaitan berbentuk manusia.
Meskipun Khalifah Abu Bakr sudah membulatkan tekad memerangi segala macam kemurtadan yang dilakukan kabilah-kabilah Arab, namun kebijakan pertama yang beliau ambil setelah pelantikan adalah memberangkatkan pasukan Usamah bin Zaid ke Syam. Keputusan ini diambil mengingat pengiriman pasukan Usamah bin Zaid adalah warisan Rasulullah. Oleh karena itu Khalifah berfikir bahwa pengiriman pasukan Usamah bin Zaid yang sempat terhenti karena wafatnya baginda nabi merupakan tugas yang paling penting.
Keputusan Khalifah Abu Bakr meneruskan pengiriman pasukan Usamah bin Zaid ternyata merupakan sebuah keputusan yang sangat tepat. Usamah beserta pasukannya menyerbu Syam dengan gagah berani sebagaimana wasiat Rasulullah kepadanya sebelum beliau wafat, ‘Tapakkan kaki kudamu ke perbatasan Balqa’ dan darum di bumi Palestina. Sergap musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya itu di pagi buta, bunuh mereka’ . Pasukan Usamah kembali ke Madinah dengan membawa kemenangan yang berpengaruh banyak bagi eksistensi umat Islam setelah kepergian Rasulullah. Dengan kemengangan itu, keraguan umat Islam akan kekuatan sendiri menjadi sirna dan juga kemenangan pasukan Usamah menjadi peringatan keras bagi musuh-musuh Islam yang merasa di atas angin setelah wafatnya baginda nabi.
Khalifah Abu Bakr merasa senang dengan kemenangan yang diraih oleh pasukan Usamah bin Zaid, namun demikian beliau tidak melupakan tantangan lain yang datang dari orang-orang Arab yang menolak membayar zakat dan yang mengaku-ngaku sebagai nabi. Khalifah membentuk pasukan yang dibagi menjadi 11 brigade dengan masing-masing memiliki sasaran serang.
Brigede pertama adalah brigade terkuat yang dipimpin oleh Khalid bin Walid. Tugas brigade pertama adalah menyerang nabi palsu Tulaihah dari banu Asad dan Malik bin Nuwairah dari banu Tamim. Khalid yang terkenal sebagai panglima perang hebat bahkan oleh Rasulullah saw dia diberi gelar Saifullah berhasil menumpas Tulaihah dan Nuwairah beserta pengikut-pengikut mereka. Setelah menyelesaikan tugasnya, Brigade Khalid berangkat menuju Yamamah untuk membantu pasukan Ikrimah bin Abu Jahl yang sedang bertarung sengit melawan Musailamah. Berkat bantuan brigade Khalid, Musailamah tewas terbunuh dan sebagian pengikutnya menyatakan kembali kepada Islam.
Perang Ridda yang dimotori oleh Khalid bin Walid berhasil menumpas para pemberontak yang berusaha keluar dari agama Allah. Para pemimpin pemberontakan berhasil ditumpas sedangkan sebagian pengikut mereka menyatakan kembali masuk Islam. Dengan keberhasilan tentara Islam dalam perang Ridda maka keutuhan negara Islam yang dirintis oleh Rasulullah saw menjadi terjaga. Abu Bakr Ash-Shidiq sebagai khlifah pertama telah berhasil menunaikan amanat sebagai penerus Rasulullah saw.
Selain berhasil mengembalikan kedaulatan negara Islam, Khalifah Abu Bakr juga berjasa dalam penulisan Al-Qur’an. Rasulullah saw semasa hidupnya belum pernah memerintahkan umat Islam untuk menuliskan Al-Qur’an. Beliau saw hanya meminta umat agar menghafal Al-Qur’an. Peristiwa perang Ridda telah banyak menelan korban dari pihak Islam. Diantara para syuhada perang Ridda banyak terdapat sahabat-sahabat yang menghafal Al-Qur’an. Berdasarkan kekhawatiran akan terus berkurangnya penghafal Al-Qur’an, Umar bin Khattab mengajukan usul kapada Khalifah agar melaksanakan penulisan Al-Qur’an. Usulan Umar bin Khattab diterima oleh Khalifah yang kemudian menugaskan Zaid bin Tsabit untuk membentuk sebuah team yang bertugas mengumpulkan naskah Al-Qur’an kemudian menuliskannya. Pengumpulan naskah Al-Qur’an selesai dalam masa kepemimpinan Abu Bakr, namun mushaf Al-Qur’an selesai dibuat pada masa khalifah Utsam bin Affan.
Khalifah Abu Bakr Wafat
Khalifah pertama Islam Abu Bakr telah berhasil menguatkan kembali umat yang hampir bercerai-berai. Beliau bahkan berhasil memperluas daerah kekuasaanya sampai ke Irak setelah mengalahkan prajurit Persia dan Syam setelah berhasil memukul mundur pasukan Romawi. Dalam waktu dua tahun Islam dibawah kepemimpinan Abu Bakr berhasil menunjukan kekuatannya kepada dunia terutama dua kekuatan terbesar saat itu; Persia di Timur dan Romawi di Barat.
Memasuki usia 63 tahun, khalifah pertama mengalami penurunan kondisi fisik. Menurut riwayat yang diceritakan oleh putrinya, Aisyah Ummul Mukminin Khalifah Abu Bakr diserang demam setelah mandi di suatu hari yang sangat dingin. Demam tersebut bersemayam dalam raga khalifah selama lebih dari dua minggu.
Selama masa-masa sakit khalifah tidak pernah berhenti memikirkan nasib umat setelah beliau meninggal. Abu Bakr mengundang para sahabat nabi untuk berdialog seputar pengganti dirinya sebagai khalifah. Kerisauan Abu Bakr terpancar dari ingatannya tentang peristiwa perdebatan antara Ansar dan Muhajirin di saqifah bani Sa’idah. Beliau khawatir jika umat Islam akan kembali bersengketa untuk urusan kepemimpinan. Setelah berdialog dengan para sahabat nabi, khalifah Abu Bakr akhirnya mengambil sebuah keputusan bulat untuk menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantinya.
Penunjukan Umar bin Khattab sebagai pengganti telah meringankan beban khalifah. Abu Bakr Ash-Shidik kemudian setelah merasa maut semakin dekat kepada dirinya berwasiat kepada Umar bin Khattab agar tanah peninggalannya diberikan kepada baitul mal sebagai ganti tunjangan materil yang dia dapat dari baitul mal selama menjadi khalfah.
Khalifah pertama Abu Bakr Ash-Shidiq wafat pada hari senin malam 21 Jumadil Akhir tahun 13 Hijriah bertepatan dengan tanggal 22 Agustus 634 M dalam usian 63 tahun. Jenazah beliau dimandikan oleh istrinya Asma binti Umais kemudian dibawa ke masjid Nabawi untuk disholatkan. Pemakaman Abu Bakr dilaksanakan pada malam hari itu juga di samping makam Rasulullah saw di rumah Aisyah. Posisi kepala jenazah Abu Bakr berada di bahu Rasulullah saw.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar