“Mati sebelum berkarya bukanlah sebuah kematian yang indah”
Di belakang kamar saya dulu ada banyak tumbuh pohon pisang.
Pohon-pohon itu tidak pernah ditanam atau mungkin saya tidak tahu bahwa
ada orang yang pernah menanamnya. Satu yang pasti pohon-pohon pisang itu
sudah ada sebelum saya menempati kamar. Setiap pagi ketika membuka
jendela, daun-daun pisang bergoyong dimainkan angin. Terkadang saya
masih bisa menyaksikan beberapa butir embun bergelantungan di ujung
daunnya. Sunggung sebuah pemandangan alam yang menyejukan.
Suatu hari saya mendapatkan sebuah pohon pisang tumbang. Hujan besar
yang disertai angin di hari sebelumnya membuat akar pisang tidak berdaya
menahan batangnya. Saya biarkan batang pohon pisang tergeletak tidak
berdaya di atas tanah basah. Mungkin pohon tersebut beberapa hari lagi
akan membusuk dan menjadi kompos.
Ternyata dugaan saya salah, Beberapa hari kemudian dari dalam batang
pisang yang tumbang tumbuh sebuah tunas baru. Tambah hari tunas itu
tambah tinggi yang kemudian menggantikan posisi pohon yang tumbang.
Beberapa bulan berselang dari puncak batang pohon pisang tersebut tumbuh
bunga yang kemudian menjadi buah.
Ada fenomena unik yang saya dapatkan dari pohon pisang di belakang
kamar tersebut, semakin besar buah pisang maka semakin banyak daun-daun
pisang yang layu menguning. Keunikan itu diakhiri dengan tumbangnya
pohon pisang setelah buahnya masak menguning.
***
Pohon pisang telah mengajarkan saya sebuah arti hidup. Bahwa kita
dikarunia nyawa oleh Yang Maha Kuasa agar kita memberikan sumbangsih
karya kepada dunia. Kehidupan adalah pemberian maka janganlah kita
menghambur-hamburkan umur untuk sesuatu yang tidak bernilai. Waktu hidup
kita terbatas oleh karena itu kita dipacu untuk segera menyumbangkan
buah. Tentunya buah yang ranum, nikmat dan lezat sehingga dapat diambil
manfaatnya oleh orang lain.
Mati sebelum berkaya bukanlah sebuah kematian yang indah. Kematian
akan terasa indah jika setelah mati orang masih mengenal kita lewat
karya yang kita persembahkan kepada mereka. Pohon pisang di belakang
kamar saya pernah tumbang dihantam angin namun dia tumbuh kembali dengan
tunas yang baru. Dia kembali menata hidup dari titik nol. Memulai
dengan menyerap air dan sari tanah untuk menumbuhkan batangnya. Hari
demi hari dijalani penuh kesabaran menunggu batang membesar dan daun
melebar. Ketika semuanya sudah siap, pohon pisang mulai mengeluarkan
bunga yang kemudian menjadi buah. Semakin besar buah dia semakin
mengerti bahwa umurnya semakin berkurang. Dan ketika buah sudah matang,
pohon pisang dengan segala kerelaan menyambut kematian.
Jika mati sebelum berkarya adalah jenis kematian yang tidak indah,
maka mati sebelum ajal adalah jenis kematian yang mengerikan. Teramat
banyak kita melihat dalam hidup ini orang yang mati sebelum ajal
menjemput. Kematian model ini dipicu oleh matinya asa, ketiadaan
cita-cita dan hilangnya harapan. Sehingga mereka hanya menyisakan
seonggok tubuh yang mengembara tanpa tujuan. Menghitung detik ke menit,
menit menuju jam, dan jam menjemput hari. Mereka adalah mayat berjalan
yang menambah sesak ekosistem. Mereka adalah jombie yang hanya menambah beban kepada tanah yang dipijak.
Mumpung masih diberi kesempatan menghirup udara kehidupan, mumpung
masih diberikan kekuatan untuk bertahan, mari kita gunakan kesempatan
yang berharga ini untuk membuat karya. Karya cipta yang bisa dinikmati
orang meski jasad kita sudah tidak nyata. Setidaknya dengan
menyumbangkan karya yang bisa dimanfaatkan oleh orang lain kita telah
mensyukuri pemberian Yang Maha Kuasa berupa kehidupan di dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar