Tahannus atau tahannuf menurut Muhammad Husain Haekal berarti cenderung kepada kebenaran, meninggalkan berhala dan beribadat kepada Allah. Selama masa tahannus nabi Muhammad menjalankan syariat yang diajarkan oleh nabi Ibrahim. Beliau beribadah kepada Allah yang esa, merenungkan segala fenomena hidup yang terjadi di kaumnya sambil memohon petunjuk untuk dibimbing ke jalan yang lurus sebagaimana orang-orang saleh terdahulu ditunjukan kepada jalan lurus yang diridhai oleh Allah swt.
Pada bulan Ramadhan yang mulia, beliau melakukan tahannus lebih giat dibandingkan bulan-bulan lainnya. Perenungan beliau semakin lama semakin mendalam mencari makna kehidupan yang sesungguhnya. Suatu malam pada tanggal 17 Ramadhan 41 tahun setelah Aamul fiil bertepatan dengan tahun 610 M, nabi Muhammad yang sedang bertahanus di goa Hira didatangi malaikat Jibril yang membawa wahyu dari langit. Jibril berkata ( اقرأ ) “Bacalah!” dalam ketakutan nabi menjawab ( ماأنابقارئ ) “Aku tidak bisa membaca”. Kemudian malaikat Jibril memeluk badan nabi dengan erat dan mengulangi ucapannya “Bacalah!” namun nabi masih tetap menjawab “Aku tidak bisa membaca”.
Hal ini terjadi sampai tiga kali, kemudian Jibril membacakan 5 ayat pertama surat Al-Alaq ini kepada nabi.
إِقْرَاْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِى خَلَقَ, خَلَقَ
الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقَ. إِقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمُ. الَّذِى
عَلَّمَ بِالْقَلَمِ. عَلَّمَ الإِنْسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ (العلق 1-5)
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan, Yang menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu maha mulia. Yang
mengajarkan manusia dengan pena. Mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahui” (QS. Al-Alaq : 1-5)Surat Al-Alaq ayat 1-5 merupakan wahyu pertama yang diturunkan Allah swt kepada Muhammad saw dan menjadi pertanda kerasulan beliau. Oleh karena itu mulai saat mendapatkan wahyu sampai akhir zaman nabi Muhammad saw telah diangkat oleh Allah swt sebagai nabi terakhir dan rasul penutup yang mengemban tugas penyebarkan agama Allah kepada seluruh umat manusia.
Setelah bertemu dengan Malaikat Jibril di goa Hira, nabi bergegas pulang ke rumahnya dan menceritakan pengalaman rohaninya kepada istri tercinta Sayyidah Khadijah. Mendengar penuturan suaminya, Khadijah langsung pecaya bahwa apa yang dialami suaminya adalah sebuah kebenaran, namun dia sebagai manusia awan tidak dapat memahami apa arti dari peristiwa itu.
Khadijah mengajak nabi berkunjung ke rumah anak pamannya yang bernama Waraqah bin Naufal. Waraqah dianggap sebagai orang yang tepat untuk membuka tabir rahasia yang tersimpan dalam kisah nabi dan malaikan Jibril di goa Hira karena dia adalah seorang pendeta Nasrani yang memahami Injil bahkan sempat menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab.
Di rumah pendeta Waraqah, Khadijah menceritakan peristiwa yang terjadi pada suaminya. Waraqah mencermati setiap kata yang terlontar dari putri pamannya tersebut sambil mengingat-ingat beberapa penggal wahyu yang dihapalnya dari kitab Injil. Setelah memahami betul cerita khadijah tentang pengalaman Muhammad, Waraqah berseru dengan penuh keyakinan, “Maha Quddus Ia, Maha Quddus. Demi Dia yang memegang hidup Waraqah. Khadijah, percayalah dia telah menerima rahasiah besar seperti yang diterima oleh Musa as. Dan sungguh dia adalah nabi umat ini. Katakan kepadanya supaya tetap tabah.”
Sepulang dari rumah pendeta Waraqah, nabi Muhammad dan sayyidah Khadijah menjadi lebih tenang. Mereka percaya sepenuhnya kepada ungkapan Waraqah bahwasanya surat Al-Alaq ayat 1-5 yang diterima nabi dari malaikat Jibril merupakan wahyu Allah yang menjadi tanda kerasulan Muhammad saw.
Waktu terus bergulir, namun malaikat Jibril belum juga mendatangi nabi kembali. Hal ini membuat nabi cemas dan ragu tentang keberadaannya sebagai seorang utusan Allah swt. Beliau mengusir keraguannya dengan menggiatkan diri bertahanus di goa Hira. Setelah beberapa kali bertahanus kembali di goa Hira, beliau mendengar mendengar suara dari arah langit. Suara itu membuat nabi menggigil ketakutan. Beliau pun pulang ke rumah dan meminta sayyidah Khadijah menyelimutinya.
Dalam keadaan berselimut karena perasaan takut setelah mendengar suara dari langit, Malaikat Jibril mendatangi Rasul dengan membawa wahyu yang kedua, surat Al-Muddatsir ayat 1-7.
يَاآيُّهَا المُدَّثِّرْ. قُمْ فَأَنْذِرْ. وَرَبُّكَ
فَكَبِّرْ. وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ. وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ.
وَلاَتَمْنُنْ تَشْتَكْثِرْ. وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ (المدثر 1-7)
“Hai orang yang berselimut! Bangunlah dan berilah peringatan. Dan
agungkanlah Tuhanmu. Dan sucikanlah pakaianmu. Dan tinggalkanlah segala
yang keji. Dalam memberi janganlah mengharapkan imbalan yang lebih
banyak. Tetapi, demi Tuhanmu sabar dan tabahlah.”Wahyu kedua ini menjadi sebuah jawaban yang mantap bagi keraguaan nabi sekaligus pesan yang jelas bahwa sebagai seorang utusan Allah swt nabi Muhammad harus segera menyeru umatnya menuju jalan keselamatan yaitu agaman Islam yang diridhai Allah penguasa semesta alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar